yuswohady.com
  • Home
  • Biography
  • Home
  • Biography
bu zamana kadar sadece babası ile beraber yaşayan mobil porno genç oğlan üniversiteyi bitirdikten sonra hiç bir iş bulamaz porno izle ve evinde pineklemeye başlar Babasının milf bir kadın porno resim ile evlenme kararı ile adeta dumura uğrayan oğlan bunu porno izle ilk başta istemese de belki onunla iyi anlaşacağını seks izle düşünerek evde olduğu zamanlarda canı sıkıldığında üvey annesi sex hikayeleri ile sohbet edeceğini düşünerek kendisini rahatlatır Babasının yeni evlendiği porno izle kadın beklediğinden de çok iyi anlaşan genç oğlan sapık ensest hislerine mobil seks hakim olamayarak üvey annesinin odasına gelip siker
yuswohady.com

Social Customer

by yuswohady August 25, 2012
August 25, 2012

Social customer adalah konsumen jenis baru (lebih tepatnya saya sebut, “mutan” baru) yang muncul menyusul terjadinya dua revolusi: (1) revolusi konsumen kelas menengah, yes Consumer 3000. (2) revolusi media sosial.

Konsumen baru ini memiliki dua ciri dan dua senjata. Ciri pertama mereka knowledgeable: tahu mendalam informasi apapun mengenai produk dan layanan yang hendak dibeli (thanks to mbah Google). Ciri kedua mereka terkoneksi (socially connected) dengan konsumen lain secara intens (thanks to social media). Kombinasi konsumen yang smart dan terkoneksi satu sama lain menghasilkan sosok konsumen yang sangat powerful dan disegani (baca: ditakuti) oleh setiap brand.

Senjata Pamungkas

Social customer juga memiliki dua senjata pamungkas. Senjata pamungkas pertama adalah komunitas yang mereka bentuk baik offline maupun online (di Facebook, di Twitter, di blog, di Instagram, di forum-forum online seperti Kaskus, di BBM group, di arisan-arisan, dll.). Senjata pamungkas kedua adalah social media tools (mention dan retweet di Twitter, status updates dan wall di Facebook, article posting dan comments di blog, video upload di YouTube, dll.) yang memungkinkan mereka menyebarkan berita baik maupun buruk mengenai brand kepada konsumen lain (yes, 3F: followers, friends, fans).

Kenapa saya sebut senjata? Ya, karena dua hal tersebut yang memungkinkan konsumen baru ini memiliki posisi tawar yang luar biasa kuat dalam berhadapan dengan brand. Dua senjata itu yang memungkinkan brand tak bisa lagi bohong seenaknya, tak bisa lagi over promise under deliver, dan tak bisa lagi membentuk citra yang tak sesuai aslinya. Senjata itu mereka gunakan untuk memaksa brand menjadi pemain yang jujur, arif, dan bijaksana.

Dengan senjata komunitas dan social media tools, maka social customer begitu mudah membangun opini dan kemudian menyebarkan opini tersebut ke konsumen lain secara massif dalam sekejap. Kalau opininya bagus maka tentu saja itu merupakan berkah bagi brand. Tapi sebaliknya jika opininya jelek maka itu merupakan malapetaka bagi brand. Intinya, dengan dua senjata itu brand tidak bisa lagi semena-mena menindas konsumen.

Powerful Customer

Dalam buku saya CROWD: Marketing Becomes Horizontal (2008), saya merumuskan dua senjata ampuh ini dalam sebuah formula sederhana E = WmC2. E adalah energi marketing yang luar biasa. Wm adalah word of mouth atau promosi dari mulut ke mulut. Sedangkan C2 adalah komunitas baik offline maupun online.

Melalui formula tersebut intinya saya ingin mengatakan bahwa energi yang luar biasa akan muncul jika konsumen dibekali dua “senjata pamungkas” yaitu komunitas dan tools yang memungkinkan mereka menyebarkan promosi dari mulut ke mulut. Nah, kehadiran media sosial memungkinkan formula tersebut diwujudkan. Dan dampaknya, kini konsumen memiliki power yang luar bisa dan tak terbayangkan sebelumnya.

Biar gampang, saya akan mengambil kasus aktual Klinik Tong Fang yang secara pas menggambarkan begitu powerful-nya social customer ini. Mari kita lihat.

Tidak Authentic

Saya melihat kasus bad mouth (word of mouth bersentimen negatif) Klinik Tong Fang adalah bentuk kejengkelan dari social customers terhadap praktek vertical promotion (promosi yang dikendalikan oleh rejim media vertikal seperti TV, radio, atau surat kabar) yang tidak authentic dan sarat dengan aroma rekayasa.

Kenapa tidak authentic dan sarat rekayasa? Karena talent dalam iklan tersebut mengungkapkan testimoninya bukan berdasarkan pengalaman (past experience) menggunakan jasa klinik tersebut, tapi berdasarkan naskah yang telah disusun sedemikian indah dan rapi (baca: direkayasa) oleh si copy writer. Rekayasa ini demikian kasat mata, ketika naskah dibikin monoton dan seragam untuk talent yang berbeda.

Modus operandi iklan testimoni dengan rekayasa seperti ini merupakan hal yang biasa dalam periklanan kita selama ini, karena rejim media vertikal memang memungkinkannya. Dan celakanya, konsumen tak bisa berbuat apa-apa kerena tak punya saluran untuk “melawan”-nya. Ketika social media tools seperti Facebook, Twitter, YouTube, atau blog tersedia, maka kini mereka pun punya saluran untuk mendobraknya.

Hukuman

Iklan-iklan yang tidak authentic dan sarat rekayasa itu menimbulkan kemuakan di kalangan social customers. Kemuakan tersebut berakumulasi, memuncak, dan kemudian ditumpahkan dalam bentuk “hukuman”. Dalam kasus Klinik Tong Fang hukuman tersebut diwujudkan dalam bentuk sentimen negatif kepada brand. Sentimen negatif yang diungkapkan dalam bentuk guyonan ringan tersebut kemudian ditiupkan melalui komunitas dan social media tools di Facebook, Twitter, YouTube atau blog.

Seperti saya ungkapkan di depan, formula E = WmC2 bekerja begitu sempurna dan dalam ukuran detik bad mouth mengenai Klinik Tong Fang menyebar seperti layaknya wabah kolera. Awalnya sentimen negatif tersebut diinkubasi di dalam komunitas-komunitas online dan kemudian disebarkan melalui social media tools (tweet, retweet, mention di Twitter; status update dan wall post di Facebook; article posting di blog, dsb.) secara cepat.

Ada dua pelajaran penting dari kasus bad mouth Klinik Tong Fang. Pertama bahwa kini social customer bisa gampang marah begitu brand melakukan sesuatu yang tak berkenan di hati mereka. Kedua, bahwa kini mereka punya senjata pamungkas untuk “menghukum” brand manapun yang berlaku tidak jujur dan tidak adil kepada mereka.

Ingat satu hal ini: kasus Klinik Tong Fan adalah tips of the iceberg dari “kemarahan” social customers terhadap praktek promosi vertikal yang tidak authentic dan sarat rekayasa. Saya meramalkan ke depan kasus yang sama bakal lebih sering terjadi dan dengan scope dan ukuran yang jauh lebih besar.

Kini saatnya berhati-hati melakukan promosi vertikal.

Related posts:

  1. Social Experience
  2. Social Media for PR Success – An eBook
  3. Social Media Marketing for SME
  4. Social Media Marketing: Philosophy, Strategy, Tactic
  5. Overconnected Consumer
0
FacebookTwitterWhatsappEmail
yuswohady

Yuswohady, Managing Partner Inventure. Author of 50+ books on business & marketing, incl. the best seller "Millennials KILL Everything" (2019) and "Consumer Megashift after Pandemic" (2020).

previous post
Bukber #c3000 Bareng @tdasoloraya
next post
Middle-Income Trap

Baca Juga

Memberi eTalk: Surveillance Economy

April 20, 2018

Setiap Orang Berbohong di Facebook

March 10, 2018

Milenial Jaman Now: Penggerak Leisure Economy

November 18, 2017

“Dua Dunia” Otak Kita

October 13, 2017

Facebook: Guru Menulis Terbaik di Dunia

September 9, 2017

Best Business Book 2016 – My Picks

December 24, 2016

The Dark Side of the Gen Z

September 24, 2016

Pahlawan Pajak

September 3, 2016

“Mukidi Effect”

August 27, 2016

Bukber

June 18, 2016

8 comments

rifki August 25, 2012 - 6:48 am

Nice article mass… :), tapi meskipun bad mouth, ada positifnya jg kyaknya mas, bad mouth tersebut membantu meningkatkan penetrasi merek tong fang ke dalam pasar.
Iklan mereka biasa2 saja, standar, dan cenderung gampang dilupain… Sampai muncul fenomena bad mouth td. Kl menurut smpeyan gmn mas?

Positif hanya sampai di level brand awareness yang menggoda orang untuk coba (trial), tapi saya kira dari sisi brand reputation dan customer trust banyak dampak negatif nya. Kecuali setelah konsumen trial memang mendapatkan manfaat seperti dijanjikan oleh iklan testimoninya.

Reply
tommy August 25, 2012 - 9:57 am

@rifki secara reach convertation memang tinggi mas, tp untuk apa kalo sentimennya negatif.

Coba bayangkan jika kita banyak diomongin temen kita tp obrolannya negatif semua, tentu kita risih dan akan dijauhin toh. Inilah pentingnya brand memikirkan sentimen yg berkembang di dunia digital ini.
Sudah banyak contoh kasus brand kolaps diluar negeri krn sentimen negatif di social media.

True, sentimen negatif dari social customer ini sulit dikendalikan, jadi begitu viral terbentuk dalam semalam brand bisa jatuh. Inilah sisi gelap media sosial bagi eksistensi brand.

Reply
Andi August 25, 2012 - 10:01 am

Good article…..!

Reply
wahyu awaludin August 25, 2012 - 9:58 pm

baca artikel ini dan konsep2 Customer3000, entah kenapa gw pengen banget bisa mengaplikasikannya di dunia pemerintahan. Sebenernya kan sebagai tempat ngumpulnya para penguasa, dunia politik lah yang bisa dibilang menentukan arah negeri. kalo konsep2 mas Yuswo bisa dihadirkan di dunia politik juga indah banget deh. coba buat artikel tentang itu mas 😀

Di pemerintahan dan politik tak banyak yang peduli dengan masalah ini, jadi agak capek menyadarkan mereka. Terus implementasi di sektor pemerintah juga sulit karena begitu banyak pagar-pagar aturan yang seringkali kontraproduktif. Saya setuju, sektor pemerintah harus disadarkan mengenai isu strategi ini

Reply
dimas aditya (@daengdee82) August 25, 2012 - 10:12 pm

Menarik sekali. Kembali mas @yuswohady menyuguhkan gagasan segar dan logis. Utk bad mouth iklan Klinik Tong Fang memang ngangkat brand Klinik Tong Fang tanpa disadari oleh owner Klinik Tong Fang sdr 🙂 ttp saya ga yakin keberhasilan branding mrk mempengaruhi penjualan. Apabila faktanya berbanding terbalik mk benarlah konsep mas @yuswohady bhw bad mouth hanya bentuk “kekesalan customer” thp brand produk itu sdr.

Reply
dimas aditya (@daengdee82) August 26, 2012 - 12:02 am

Nice article. Saya setuju dengan konsep mas @yuswohady. Dengan adanya perkembangan teknologi informasi terlebih dg fenomena social media, masy makin cerdas,sensitif dan makin powerful menentukan pilihan sekaligus menghakimi 🙂
Iklan Tong Fang mmg meningkat brand produknya meski tidak selalu sebanding dg peningkatan penjualannya. Alasannya simple: masy menghakimi iklan tsb dg pencitraan yang negatif. Pencitraan yang muncul akan berimbas pada penjualan. Makin positif tentu makin deras cash yang masuk 🙂

Menurut saya bad mouth iklan testimoni Tong Fang punya dampak positif berupa brand awareness yang melambung tinggi dalam waktu singkat, tapi juga punya dampak negatif berupa brand reputation yang negatif. Memang brand reputation buruk ini belum masih berupa sentimen negatif konsumen, tuga Tong Fang untuk membuktikan bahwa brand reputation nya memang bagus dengan memberikan bukti, bukan sekedar janji.

Reply
muhammad hasyim August 27, 2012 - 6:54 am

Dalam memasarkan suatu produk, khususnya produk baru, promosi vertikal suatu hal yang mutlak dilakukan. Pemasaran vertikal dilakukan untuk mengkases lebih cepat produk ke masyarakat. Promosi vertikal adalah cara untuk mencipatkan aspek kognitif dalam pikiran konsumen. Setelah masyarakat sudah mengenal produk secara kognitif, baruah dilakukan promosi vertikal. Artinya produk yang dipromosikan secara horosontal mudah dilakukan dan gampang diterima di masyarakat.

Reply
Milliyya January 27, 2013 - 6:55 am

Artikel yang menarik sekali, saya jadi tertarik untuk memperlajari dunia ini ;))

Sip

Reply

Leave a Comment Cancel Reply

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Artikel Terbaru

  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks

    December 27, 2020
  • Best Business Books 2020: My Picks

    December 24, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (3)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (2)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (1)

    December 14, 2020
  • 6 Forces of Change 2021

    December 13, 2020
  • Konsumen Indonesia Optimis

    November 28, 2020
  • Prospective Businesses for UKM

    October 14, 2020
  • UKM Outlook 2021

    October 11, 2020
  • New Omni Marcomm

    October 1, 2020
  • Dunia Hiburan Terkoyak Pandemi

    September 4, 2020
  • Family Life in the Pandemic Era

    September 4, 2020
  • 5 Digital Consumer Megashifts

    August 26, 2020
  • 15 Banking Consumer Megashift

    August 10, 2020
  • New Normal 100: Leisure & Travelling Trends

    July 26, 2020
  • New Normal 100: Digital Life & Privacy Trends

    July 24, 2020
  • 25 Retail Megashifts

    July 18, 2020
  • New Marcomm Paradigm

    July 18, 2020
  • #IBF2020: The Inside Story

    July 9, 2020
  • #IBF2020 – ReBound, ReBoot, ReBorn

    June 27, 2020

Langganan Artikel via Email

Recent Posts

  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks
  • Best Business Books 2020: My Picks
  • Industry Megashifts 2021 (3)
  • Industry Megashifts 2021 (2)
  • Industry Megashifts 2021 (1)
  • 6 Forces of Change 2021
  • Konsumen Indonesia Optimis
  • Prospective Businesses for UKM
  • UKM Outlook 2021
  • New Omni Marcomm
  • Dunia Hiburan Terkoyak Pandemi
  • Family Life in the Pandemic Era
  • 5 Digital Consumer Megashifts
  • 15 Banking Consumer Megashift
  • New Normal 100: Leisure & Travelling Trends
  • New Normal 100: Digital Life & Privacy Trends
  • 25 Retail Megashifts
  • New Marcomm Paradigm
  • #IBF2020: The Inside Story
  • #IBF2020 – ReBound, ReBoot, ReBorn
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube

@2020 - All Right Reserved. Designed and Developed by Wihgi.com


Back To Top