Ada kebiasaan “jelek” yang selalu saya temukan saat meeting dengan klien, mitra kerja, atau siapapun. Di ruangan, saat meeting bergulir Blackberry sudah stand-by di depan masing-masing peserta meeting (ups, tentu saja BB dalam keadaan hidup). Tangan kanan memegang balpoint agar mereka terlihat serius, tangan kiri gelisah luar biasa layaknya gadis yang sedang kasmaran.
Begitu ada salah satu peserta meeting yang angkat bicara, maka si tangan kiri pun mulai sigap bergerilya menerkam BB. Secepat kilat jari-jemari lincah menari di atas tuts-tuts BB dan saat itu pula mata mulai juling. Satu melirik ke layar BB, satunya lagi penteng ke peserta lain yang sedang bicara. Otak pun terbelah menjadi dua, pertama ke email-Twitter-Facebook; kedua ke apa yang diomongkan peserta lain. Karena itu seringkali, terjadi saat suasana meeting lagi serius-seriusnya, ada saja satu atau beberapa peserta yang senyum-senyum kecil sendiri.
Tentu saja ber-BB ria selama meeting adalah kebiasaan buruk dan tidak sopan karena tidak menghargai peserta meeting lain. Tapi tak tahu kenapa, makin lama saya amati kebiasaan ini semakin merajalela nyaris menjadi budaya meeting baru yang kita lestarikan bersama. Saya tahu persis para peserta meeting itu umumnya orang-orang super sibuk sehingga email harus cepat dijawab, SMS harus cepat direspons, mention di Twitter harus cepat di-retweet, beragam berita harus diikuti.
Overconnected
Saya sedang tidak tertarik membicarakan apakah ber-BB ria selama meeting itu etis atau tidak, sopan atau tidak. Saya lebih tertarik pada munculnya perilaku baru dimana kita harus terkoneksi dengan begitu banyak hal secara bersamaan. Pertama-tama kita terkoneksi pada pekerjaan yang sedang kita lakukan, tapi pada saat yang bersamaan kita juga harus terkoneksi dengan teman nun jauh di sana (melalui Twitter dan Facebook); terkoneksi dengan email (melalui Gmail) dan SMS; terkoneksi dengan beragam konten (melalui Detikcom atau Kompas.com); terkoneksi dengan beragam apps dari games hingga Instagram (melalui Apps Store atau Android); dan sederetan koneksi-koneksi lain yang kita lakukan secara bersamaan.
Dalam kasus meeting di atas misalnya, selagi hikmat mengikuti meeting, perhatian kita liar mengembara ke bos yang mengirim email penting, teman yang memberikan mention di Twitter, klien yang meng-SMS minta laporan, hingga breaking news kecelakaan Sukhoi di Detikcom. Kelahiran social technologies telah menjadikan kita terkepung oleh berbagai obyek dan aktivitas yang membutuhkan perhatian kita secara bersamaan (instantly & immediately). Kita menjadi mahluk yang overconnected.
27/4 Online
Ciri utama overconnected customer adalah bahwa mereka terkoneksi ke internet 24 jam sehari 7 hari seminggu. Kapanpun dan di manapun, mereka tak bisa lepas dari radar pengaruh internet. Mereka tak rela waktunya hilang sedetikpun untuk ber-online ria di dunia maya. Karena itu saya punya kriteria mudah untuk mengidentifikasi konsumen gaya baru ini. Yaitu, mereka berlangganan begitu layanan koneksi telekomunikasi. Langganan pertama untuk ponsel biasa (telpon dan SMS). Langganan kedua untuk Blackberry (email dan BBM). Langganan ketiga untuk iPad atau Galaxy Tab (berburu apps). Keempat langganan koneksi broadband Speedy atau First Media untuk memancarkan sinyal Wi-Fi di rumah.
Di manapun mereka berada, apakah di kantor, di mal, di kafe, di kampus, atau di bandara, pertanyaan pertama yang selalu muncul di kepala adalah: “Di sini ada Wi-Fi nggak ya?”. Begitu sinyal Wi-Fi raib, maka tubuh serasa lunglai, kehidupan serasa berhenti, kiamat serasa datang esok pagi. Bagi mereka koneksi internet sudah selayaknya narkoba. Begitu mengkonsumsi hidup terasa indah penuh warna; tapi begitu raib tubuh lunglai tak berdaya.
Multi-Tasking
Overconected customer adalah mahluk multi-tasking yang piawai membelah-belah otaknya ke berbagai obyek perhatian secara bersamaan. Contohnya saat mereka bekerja dengan laptopnya. Saat mereka mengetik dengan Word, membuat presentasi dengan Powerpoint, atau mengerjakan tabel dengan Excel, secara bersamaan mereka membuka sederetan aplikasi mulai dari Gmail, YM (Yahoo Messenger), blog pribadi, Mozilla, TweetDeck, Facebook, Detikcom, Kompas.com, dsb-dsb. Seperti layaknya pilot di ruang kokpit, mereka berhadapan dengan beragam portofolio pekerjaan, dan berusaha agar semuanya bisa ter-manage dengan mulus.
Belum lengkap satu paragraf mengetik di Words, notifikasi Gmail dan YM sudah berteriak-teriak minta ditanggapi. Belum lengkap tiga slide dibuat di Powerpoint, notifikasi TweetDeck dan Facebook terus berteriak-teriak minta direspon. Belum lengkap satu tabel Excel tercipta breaking news Detikcom dan Kompas.com terus menggoda minta di-samperin. Jadi 2-3 jam tertawan di layar laptop, mereka begitu semrawut menyelesaikan begitu banyak pekerjaan secara bersamaan.
Social Media Addict
Overconnected consumer biasanya juga mereka yang sudah kecanduan media sosial seperti Twitter, Facebook, atau BBM Group. Media sosial menjadi alat ampuh bagi mereka untuk bersosialisasi dan berhubungan dengan teman-teman. Kalau di depan saya katakan mereka tak mau sedetik pun kehilangan koneksi ke internet, maka di sini mereka juga tak mau sedetik pun kehilangan koneksi dengan teman-teman mereka. Kalau dulu koneksi dengan teman secara offline sangat terbatas dilakukan, maka kini koneksi dengan teman secara online bisa dilakukan 24 jam sehari 7 hari seminggu.
Keresahan terbesar dari overconnected consumer terjadi saat mereka belum melakukan status update di Facebook, atau belum merespons mention dan comments dari para tweeps, atau belum mendengar gosip tergress di BBM Group. Inilah alasan kenapa mata mereka tak pernah mau lepas dari layar BB, iPad, atau laptop. Meeting dengan bos, kerja menyusun laporan, kuliah mendengar ocehan dosen boleh jalan, tapi Facebook-an, Twiterr-an, dan BBM Group-an juga tetap terus jalan beriringan: always-on 24 jam sehari, 7 hari seminggu.
Yang jelas, lahirnya konsumen baru membutuhkan strategi pemasaran baru. So, be relevant!!!
12 comments
Over connected consumer ini kayaknya, minimal untuk saat ini, termasuk gangguan perilaku deh Mas. ..Gak memberi prioritas mana yg penting dan bukan. Beda sih kalau ngecek social media emang kerjaan utamannya…Semacam operator gitu…
Takutnya apa yang kita lihat aneh sekarang, ntar jadi kebiasaan sehari-hari… takutnya anak-cucu kita adalah mahluk yang nggak fokus
Itulah hebatnya manusia masa kini, mas. Mampu melakukan multitasking dengan banyak task. Yang penting, bagi pemberi instruksi bisa mengatur iramanya.
Jika perlu sekalian bikin lomba tweet berisi ringkasan ceramah/pelajaran.
😀 😀 😀 menjadi manusia tidak fokus
Paling sedih kalo pas lg pacaran.. Bukan nya pegangan tangan tapi malah maenan bb :'(
True! True! True! True! True!
Yah, seperti kata pak Rhenald Kasali mas, internet membuat yang jauh menjadi semakin dekat, dan yang dekat menjadi semakin jauh 🙂
Gejalanya udah dimulai sejak ada laptop, saaat meeting business alih2 pada merhatiin yg lagi presentasi, malah sibuk masing2 yg cek email kantor, webmail, fb dan ber-google ria utk kepentingan pribadi, pdhl udah diingetin berkali2 utk berkontribusi thd meetingnya, tetap aja habbit tsb tidak berubah, blm lagi BB nya disetting normal, tuing2 terus biar dikira sibuk..weleh-weleh.
Sekarang gk cuma meeting pak seminar, workshop semua sibuk live tweet pembicara di cuekin aja gitu hehehe..
klo memang budayanya online sepertinya meeting online akan lebih efektif, pake video call dsb..
Artikel yg bagus. Saya dulu jg pernah jd over di dunia maya, tp skrg sdh bisa mengontrol. Ngtwit, fb, bbm, email, youtube boleh kok tiap hari, asal ada batasan waktu membukanya. yah maksimal per hari 2 kali membukanya, dan cukup 15menit sj tiap buka. Jgn jd manusia multitasking, krn otak kita hanya bs fokus dgn baik pd saat kita melakukan satu aktifitas saja
He..he..betul pak, overconnected cenderung semakin social disorder 🙂 janjian ngumpul & meeting, giliran ngumpul malah sibuk & pada senyum senyum sendiri..
[…] Overconnected Consumer […]
[…] tersebut. Dan internetlah yang membuat kita bisa terus terhubung setiap saat, bahkan seringkali Overconnected. Seperti kata Yuswohady […]
Nah…kalo bagi yang benar2 harus terconect dengan beberapa perusahaan, piye dong?
mantap banget gan artikelnya