yuswohady.com
  • Home
  • Biography
  • Home
  • Biography
bu zamana kadar sadece babası ile beraber yaşayan mobil porno genç oğlan üniversiteyi bitirdikten sonra hiç bir iş bulamaz porno izle ve evinde pineklemeye başlar Babasının milf bir kadın porno resim ile evlenme kararı ile adeta dumura uğrayan oğlan bunu porno izle ilk başta istemese de belki onunla iyi anlaşacağını seks izle düşünerek evde olduğu zamanlarda canı sıkıldığında üvey annesi sex hikayeleri ile sohbet edeceğini düşünerek kendisini rahatlatır Babasının yeni evlendiği porno izle kadın beklediğinden de çok iyi anlaşan genç oğlan sapık ensest hislerine mobil seks hakim olamayarak üvey annesinin odasına gelip siker
yuswohady.com

Duit Menganggur… No Way!

by yuswohady May 12, 2012
May 12, 2012

Saya punya teman seorang brand manager di sebuah perusahaan consumer good terkemuka di Jakarta. Teman asal Klaten ini termasuk workaholic karena kesehariannya hanya kerja dan kerja. Ya karena belum ada anak dan istri, ditambah lagi ia tinggal sendirian alias kos di Jakarta. Karena berprestasi dan kerja sepenuh hati, belum sampai lima tahun posisi empuk brand manager ia raih, tentu dengan gaji yang lumayan.

Karena terbiasa prihatin sejak kecil, pengeluarannya perbulan minim. Ia nggak hobi belanja atau makan-makan di mal. Ia nggak hobi mengoleksi gadget seperti banyak dilakukan temen-teman profesional muda. Ia juga tidak hobi traveling menghabiskan uang. Akibatnya gampang ditebak, gajinya tiap bulan praktis utuh.

Lalu dikemanakan uangnya yang menganggur? Ini yang tidak saya duga. Rupanya si teman piawai mengelola aset yang dimilikinya. “Ada yang di deposito, ada yang diinvestasikan di properti, lalu satu lagi diivestasikan di reksadana,” ujar si teman ketika saya tanya ke mana lari gajinya. Saya tak menduga si teman begitu rapi mengelola uangnya, karena setahu saya ia lugu dalam hal mengurus duit. Ya karena seumur-umur tidak pernah punya uang banyak.

Kelas Menengah Baru
Teman saya di atas adalah potret kelas menengah baru Indonesia. Awalnya dari kampung, berasal dari keluarga sederhana, pintar di sekolah sehingga mampu belajar sampai ke universitas. Berbekal sekolah dan pengetahuan mereka berurbanisasi ke ibukota untuk mengadu nasib. Pengetahuan memang ampuh menjadi alat pendongkrak status ekonomi. Dengan pengetahuan yang didapat di universitas mereka bisa mendapatkan pekerjaan bagus dan survive hidup di Jakarta.

Dengan “kultur kampung” yang prihatin dan kerja keras mereka sukses berkompetisi di antara kolega-koleganya di kantor sehingga posisi demi posisi empuk diraihnya. Sukses karir tentu saja diikuti dengan sukses fulus. Maka dua-tiga tahun bekerja, biasanya mereka mulai punya duit berlebih. Apalagi di awal-awal bekerja umumnya mereka belum berkeluarga sehingga banyak porsi duitnya menganggur (discretionary income).

Kelas menengah baru ini umumnya sangat knowledgeable dan technology savvy, karena itu mereka banyak membaca buku dan googling untuk mencari informasi mengenai bagaimana mengelola aset miliknya. “Gara-gara baca buku Cashflow Quadrant-nya Robert Kiyosaki saya jadi tahu bagaimana mengelola duit,” begitu komentar teman saya mengenai bagaimana awalnya ia sadar untuk mengelola keuangannya. Melalui internet mereka juga aktif berburu informasi mengenai instrumen-instrumen investasi keuangan seperti saham, reksadana, obligasi, unit link, dan lain-lain.

Asset Management
Saya memperkirakan kelompok kelas menengah yang memiliki potensi dana berlebih untuk diinvestasikan ke dalam berbagai instrumen keuangan ini ada di segmen kelas menengah atas (upper middle-class) yang memiliki rentang pengeluaran perhari $10-20. Menurut data SUSENAS, jumlah kelompok ini pada tahun 2009 saja sudah mencapai 2,2 juta. Jumlah mereka terus meningkat sehingga Indonesia merupakan pasar yang sangat prospektif bagi para manager investasi.

Seperti tercermin dari FGD (focus group discussion) yang saya lakukan akhir tahun lalu, konsumen kelas menengah (Consumer 3000) adalah kelompok masyarakat yang sudah sadar mengelola aset-aset mereka secara sistematis. Prosesnya berjalan secara natural. Karena mereka mulai memiliki dana menganggur yang cukup besar, akan sayang jika dana berlebih tersebut tidak berkembang. Kalau dana mereka masih kecil, maka menyimpan dana tersebut dalam bentuk tabungan biasa tidak menjadi masalah. Namun ketika dananya sudah cukup besar maka mereka mulai berpikir bagaimana dana tersebut bisa menghasilkan return yang lebih besar.

Karena itu mereka mulai mencari instrumen-instrumen investasi yang sesuai dengan kebutuhan keuangan mereka. Pilihannya beragam, mulai dari memilih saham atau reksadana yang berisiko. Ada memilih investasi melalui pembelian properti. Atau pilihan yang aman seperti deposito atau obligasi pemerintah. Riset yang dilakukan oleh Knight Frank dan Citi Private Bank misalnya, menemukan sasaran investasi mereka terutama adalah obligasi pemerintah, dana tunai, dan emas yang relatif lebih aman. Intinya mereka mulai berpikir bahwa duit menganggur tersebut harusnya bekerja untuk mereka; bukannya mereka yang bekerja untuk mencari duit.

New Banking Behavior
Karena itu revolusi kelas menengah di Indonesia serta-merta akan diikuti dengan pergeseran banking behavior dari konsumen baru ini. Perbankan Indonesia akan memasuki babakan baru dimana konsumen menjadi semakin maju, tak hanya menggunakan layanan perbankan dasar seperti tabungan, kartu kredit, atau kartu debit. Mereka memanfaatkan layanan-layanan perbankan yang lebih advance seperti investasi melalui saham, reksadana, bancsurance, atau obligasi. Layanan-layanan tersebut tak hanya dinikmati segelintir segmen konsumen kelas atas, tapi mulai diadopsi oleh kelas menengah secara massal.

Saya sering menggunakan istilah “mass luxury” untuk menyebut produk/layanan yang dulunya hanya dimonopoli oleh segelintir kalangan atas, tapi kemudian “turun kelas” mulai diadopsi secara massal oleh konsumen kelas menengah. Saya sering menyebut mobil, iPad, TV flat, tiket pesawat, atau liburan ke luar negeri sebagai contoh aktual dari mass luxury. Barang-barang tersebut awalnya dimonopoli milik orang kaya, tapi kemudian menjadi merakyat milik orang kebanyakan.

Nah, di industri perbankan saya melihat tren fenomena mass luxury ini pun terjadi ketika instrumen-instrumen investasi keuangan seperti reksadana, bancsurance, atau obligasi pemerintah mulai diadopsi secara massal oleh konsumen kelas menengah. Ketika jumlah kelas menengah ini kian siknifikan, maka tak terelakkan lagi layanan-layanan keuangan tersebut akan menemukan critical mass-nya.

Satu lagi gempa tektonik bakal melanda industri perbankan kita seiring munculnya konsumen kelas menengah. Bagi para bankir, massage-nya jelas, bahwa Anda para bankir harus mulai pasang kuda-kuda untuk lari cepat menyongsong tsunami konsumen yang bakal ditimbulkannya. Ingat, kecepatan seringkali menentukan apakah Anda menjadi winner atau loser.

Related posts:

  1. Kelas Menengah Rapuh
  2. Suju.. ELF.. Follower!
  3. Experiencer
  4. Konsumen Narsis
  5. Melamun Adalah Harta Karun
0
FacebookTwitterWhatsappEmail
yuswohady

Yuswohady, Managing Partner Inventure. Author of 50+ books on business & marketing, incl. the best seller "Millennials KILL Everything" (2019) and "Consumer Megashift after Pandemic" (2020).

previous post
Social Experience
next post
Kebangkitan Nasional, Kebangkitan Kelas Menengah

Baca Juga

Milenial Jaman Now: Penggerak Leisure Economy

November 18, 2017

“Dua Dunia” Otak Kita

October 13, 2017

The Dark Side of the Gen Z

September 24, 2016

Bukber

June 18, 2016

Multi-Tribes Netizen

February 21, 2016

Strategy in Crisis

September 12, 2015

Consumers in Crisis

September 5, 2015

#C3000 dan Value Innovation

June 13, 2015

Value Innovator

May 31, 2015

Jomblo Lifestyle

October 25, 2014

2 comments

mas waris May 15, 2012 - 9:04 am

Hehehe…
Jd merasa tersindir [whalah…]

Bener sekali mas, soal banking behavior.
Akan tampak shifting behavior yg significant dr yg sekedar banking minded, menjadi investment minded, terutama di kota2 yg masy nya memiliki financial literacy yg tinggi spt jakarta, medan, surabaya dll.

Dana murah dr tabungan, pertumbuhannya tdk akan linier lg dgn GDP growth nya.

Perbankan akan bsaing tdk hnya dgn bank, tp juga lembaga keuangan lain yg bhubungan dg investasi baik penerbit reksadana, saham, SUN, Sukuk, asuransi, unit link, emas, logam mulia yg laen 😉

Dr sisi DPK akan sgt sulit.

Tp dr sisi kredit akan sebaliknya.
Masy kelas menengah tdk akan segan2 untuk ambil kredit konsumen (consumer loan) karena mereka pnya hitungan bahwa tdk masalah ambil fasilitas kredit perbankan, asal untuk alokasi yg berbau investasi.

Drpd keluar cashout yg besar utk beli property, mereka akan prefer utk ambil fasilitas kredit…

Dan akan sampai pd tahap, masy kelas menengah akan rela ambl KMG utk beli saham saat kondisi pasar mengalami koreksi.

Ya. Mereka akan sangat berhitung dan mereka adlh debitur yg layak utk dpt fasilitas kredit.

🙂

consumer tsunami will leads to a banking tsunami

Reply
kokolato May 18, 2012 - 12:42 pm

quote “Bagi para bankir, massage-nya jelas, bahwa Anda para bankir harus mulai pasang kuda-kuda untuk lari cepat menyongsong tsunami konsumen yang bakal ditimbulkannya”

typo ya mas?? Massage or Message?? 🙂

Reply

Leave a Comment Cancel Reply

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Artikel Terbaru

  • Corona: A Serial Killer

    February 26, 2021
  • Sharing Economy in the Pandemic

    February 19, 2021
  • Syariah Universal

    February 12, 2021
  • Stay @ Home Lifestyle

    February 7, 2021
  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks

    December 27, 2020
  • Best Business Books 2020: My Picks

    December 24, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (3)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (2)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (1)

    December 14, 2020
  • 6 Forces of Change 2021

    December 13, 2020
  • Konsumen Indonesia Optimis

    November 28, 2020
  • Prospective Businesses for UKM

    October 14, 2020
  • UKM Outlook 2021

    October 11, 2020
  • New Omni Marcomm

    October 1, 2020
  • Dunia Hiburan Terkoyak Pandemi

    September 4, 2020
  • Family Life in the Pandemic Era

    September 4, 2020
  • 5 Digital Consumer Megashifts

    August 26, 2020
  • 15 Banking Consumer Megashift

    August 10, 2020
  • New Normal 100: Leisure & Travelling Trends

    July 26, 2020
  • New Normal 100: Digital Life & Privacy Trends

    July 24, 2020

Langganan Artikel via Email

Recent Posts

  • Corona: A Serial Killer
  • Sharing Economy in the Pandemic
  • Syariah Universal
  • Stay @ Home Lifestyle
  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks
  • Best Business Books 2020: My Picks
  • Industry Megashifts 2021 (3)
  • Industry Megashifts 2021 (2)
  • Industry Megashifts 2021 (1)
  • 6 Forces of Change 2021
  • Konsumen Indonesia Optimis
  • Prospective Businesses for UKM
  • UKM Outlook 2021
  • New Omni Marcomm
  • Dunia Hiburan Terkoyak Pandemi
  • Family Life in the Pandemic Era
  • 5 Digital Consumer Megashifts
  • 15 Banking Consumer Megashift
  • New Normal 100: Leisure & Travelling Trends
  • New Normal 100: Digital Life & Privacy Trends
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube

@2020 - All Right Reserved. Designed and Developed by Wihgi.com


Back To Top