• Home
  • Biography
bu zamana kadar sadece babası ile beraber yaşayan mobil porno genç oğlan üniversiteyi bitirdikten sonra hiç bir iş bulamaz porno izle ve evinde pineklemeye başlar Babasının milf bir kadın porno resim ile evlenme kararı ile adeta dumura uğrayan oğlan bunu porno izle ilk başta istemese de belki onunla iyi anlaşacağını seks izle düşünerek evde olduğu zamanlarda canı sıkıldığında üvey annesi sex hikayeleri ile sohbet edeceğini düşünerek kendisini rahatlatır Babasının yeni evlendiği porno izle kadın beklediğinden de çok iyi anlaşan genç oğlan sapık ensest hislerine mobil seks hakim olamayarak üvey annesinin odasına gelip siker
yuswohady.com

Java Jazz dan Kelas Menengah

by yuswohady March 4, 2012
March 4, 2012
393

Setiap kali nonton Java Jazz saya selalu takjub. Takjub bukan oleh penampilan ratusan musisi hebat kelas dunia di gelaran tahunan jazz paling bergengsi itu, tapi oleh penonton yang membludak luar biasa. Dan setiap kali saya menonton “orang kaya Jakarta” meluap berpesta pora menikmati jazz, di otak saya selalu terbersit ucapan-ucapan indah, “makmur betul Indonesia ini, orang kaya bertebaran di mana-mana”. Saya juga bergumam, “hebat benar Indonesia, orang-orang kayanya selera musiknya borju betul.”

Itulah kelas menengah Indonesia. Saya menyebutnya “consumer 3000” (Angka 3000 saya ambil istilahnya dari angka ambang batas GDP perkapita negara maju baru, USD3000). Mereka adalah konsumen yang memiliki daya beli tinggi. Mereka memiliki tingkat konsumsi tinggi. Tak hanya itu, mereka juga knowledgable karena rakus informasi dan pengetahuan.

Mereka global minded, kosmopolit, information freak,  trend-follower sekaligus trend-setter. Apa yang terjadi di New York-London-Paris informasinya mereka terima secara real time lewat Google, Twitter atau Facebook. Karena knowledgable, maka jenis-jenis konsumsi mereka canggih, salah satunya adalah mengkonsumsi musik jazz. Gelaran Java Jazz menyadarkan saya betapa kelas menengah Indonesia demikian massif dan memiliki potensi luar biasa baik sebagi pasar (demand-side) maupun sebagai produsen atau entrepreneur (supply-side).

Konser Tiap Minggu
Tak terbayangkan oleh saya sebelumnya bagaimana bisa Jakarta menyelenggarakan konser musik kelas dunia praktis setiap minggu sekali. Mulai dari Katy Perry, Elton John, Maroon 5, Rod Steward, hingga Lady Gaga nanti bulan Juni. Sabtu kemarin saat artikel ini saya tulis dipelataran parkir JIExpo Kemayoran tempat Java Jazz dibesut, tiga pentas dunia digelar dalam waktu bersamaan: Java Jazz dengan 1700 artis, konser Roxette, dan pertunjukan musikal The Phantom of the Opera. Ruarrr biasa Indonesia!!!

Indonesia sudah menjadi pasar yang empuk bagi konser musik dunia. Para promotor panen duit karena konser apapun digelar asal dari negeri Paman Sam pasti laku keras. Padahal tiket masuk konser-konser tersebut tidak murah. Untuk masuk ke Java Jazz tiket terusan tiga hari yang saya beli sebulan sebelum pelaksanaan konser harganya hampir sejuta perak. Harga ini membumbung terus seiring dekatnya waktu konser, dan di tangan calo saat pelaksanaan konser harga bisa berlipat 3-5 kali lipat, wow!!!

Tahun lalu tiket Java Jazz terjual sekitar 120 ribu lembar. Harus diingat, dengan jumlah penonton sebanyak itu, Java Jazz merupakan salah satu festival jazz terbesar di dunia. Harap tahu saja, tiga hari penyelenggaraan North Sea Jazz Festival (Belanda) “hanya” dikunjungi oleh 70-an ribu penonton. Monterey Jazz Festival (AS) yang sudah berusia 54 tahun “cuma” dikunjungi 40 ribu penonton untuk 3 hari event. Bagaimana Herbie Hancock, David Sanborn atau Pat Metheny nggak ngiler tampil di Java Jazz dengan audiens yang jumlahnya luar biasa seperti itu.

Hedonis
Menonton Java Jazz di tengah luapan penonton kelas menengah Indonesia juga menyadarkan saya bahwa kelas menengah Indonesia adalah kelas hedonis. Salah satu teman berbagi di Twitter menyebut fenomena ini dengan mangatakan bahwa bangsa Indonesia adalah “bangsa penikmat”. Kelas menengah Indonesia adalah “kelas penikmat” dengan tingkat konsumsi yang tinggi terhadap berbagai bentuk kenikmatan: mulai dari makanan enak, musik yang menyejukkan, tontonan yang menghebohkan, liburan yang menyegarkan, hingga merek-merek mahal yang memanjakan kenarsisan.

Dalam literatur politik kelas menengah sering ditempatkan dalam posisi dan peran strategis sebagai agen perubahan politik dan sosial. Namun, larut di tengah-tengah penonton kelas menengah Java Jazz, rasanya tak terbayang gambaran perubahan tersebut. Mereka adalah kaum hedonis yang bekerja keras untuk membangun karir cemerlang untuk mendapatkan gaji tinggi dan kelimpahan ekonomi. Mereka berupaya keras mengadopsi teknologi dan menyerap sebanyak mungkin informasi sebagai senjata untuk membangun bisnis dan mencapai kemakmuran ekonomi.

Saya kira banyak dari mereka yang hanya samar-samar tahu kasus Wisma Atlet Sea Games atau kasus Hambalang yang membeli Partai Demokrat. Bagaimana meroketkan karir, mengembangkan bisnis pribadi, membangun kompetensi profesional, atau menjalin networking dengan komunitas profesi secara global adalah isu-isu yang lebih penting bagi mereka dibanding isu-isu korupsi yang membelit Indonesia, hukuman berat bagi pencuri sandal jepit, atau Pemilu 2014 yang kian absurd.

Sudah ya. Jam sudah menujuk pukul 15.14, itu artinya saya harus siap-siap masuk JIExpo, soalnya yang ngantri di pintu masuk Java Jazz banyak minta ampun. Takut nggak kebagian panggung. Saya ke Java Jazz bukan sekedar nonton Herbie Hancock, Pat Metheny, atau David Sanborn. Yang lebih penting, justru, saya ingin berpesta-pora bersama lautan kelas menengah Indonesia. Ikut-ikutan hedonis. Ikut-ikutan narsis. Keren abis.

Hidup kelas menengah Indonesia!!! Hidup Kelas Penikmat Indonesia!!!

0 FacebookTwitterWhatsappEmail
yuswohady

Yuswohady, Managing Partner Inventure. Author of 50+ books on business & marketing, incl. the best seller "Millennials KILL Everything" (2019) and "Consumer Megashift after Pandemic" (2020).

previous post
Blunder Socmed
next post
Melamun Adalah Harta Karun

Baca Juga

Milenial Jaman Now: Penggerak Leisure Economy

November 18, 2017

“Dua Dunia” Otak Kita

October 13, 2017

The Dark Side of the Gen Z

September 24, 2016

Bukber

June 18, 2016

Multi-Tribes Netizen

February 21, 2016

Strategy in Crisis

September 12, 2015

Consumers in Crisis

September 5, 2015

#C3000 dan Value Innovation

June 13, 2015

Value Innovator

May 31, 2015

Jomblo Lifestyle

October 25, 2014

5 comments

anggun March 4, 2012 - 4:34 am

kelas menengah indonesia… terutama di kota besarnya adalah value hunter…

Reply
Syam March 6, 2012 - 8:39 am

Baru sekedar Penikmat ya, Pak. Kapankah menjadi pemberi rasa, penentu perubahan?

Reply
seenlook March 6, 2012 - 9:11 am

Iya..kalangan menengah MASAnya kini untuk ‘asik’ sendiri. Mereka dg mudah bisa mnikmati ‘kebebasan’ semua fasilitas yg sdg trend didunia (ga ktinggalan zaman lg). Mulai dri jalan2, makanan, tehnologi sampai MUSIK…selamat MENIKMATI hidup… kelas MENENGAH!!!….*pesan nene: jangan lengah* hehehe (^.^)

Reply
[copas] Java Jazz dan Kelas Menengah Indonesia « Life's Beautiful March 6, 2012 - 9:35 pm

[…] dikutip dari : http://www.yuswohady.com/2012/03/04/java-jazz-dan-kelas-menengah/ […]

Reply
jati utomo March 16, 2012 - 4:49 pm

maaf, yang belum terdapat dalam tulisan ini adalah mereka yang menyisihkan uang tiap hari untuk membeli tiket awal yang pasti lebih “murah” sebagai sebuah nilai apresiasi ya Pak? mereka yang melakukan hal ini pun, mungkin ada yang menyeruak di kalangan yang bapak sebut sebagai kelas menengah?

Reply

Leave a Comment

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Recent Posts

  • KENAPA SHOPEE LIVE NENDANG!!! ” Jualan dr. Richard Lee Cuan Rp 8 M “
  • HEBOH SHOPEE LIVE : Fake FOMO Marketing
  • GEN Z “Generasi Gali Lubang Tutup Lubang”
  • KENAPA PRODUK KOLAB KERAP MEMICU FOMO “Starbucks X Blackpink”
  • REBRANDING TWITTER “Mengubur LEGACY Masa Lalu”
  • At the End of the Day, EVERY HOMO SAPIEN IS FOMO SAPIEN
  • PELAJARAN MARKETING dari FILM BARBIE “FOMO Marketing in Action”
  • KENAPA SHOPEE LIVE NENDANG!!! “Jualan dr. Richard Lee Cuan Rp 8 M”
  • PUTRI ARIANI & NATION BRANDING INDONESIA
  • NETIZEN IS THE BEST CHIEF SERVICE OFFICER
  • Dari AUTHENTICITY ke BRAND ADVOCACY “Belajar dari Bos Bluebird”
  • TB GUNUNG AGUNG TUTUP Bagaimana Format Toko Buku ke Depan?
  • UNTUNG-RUGI CALEG PESOHOR
  • CUSTOMER-CENTRIC GOVERNMENT
  • DIPLOMASI BOLA ARAB SAUDI
  • TOKOPEDIA NAIK TARIF & ERA BARU E-COMMERCE
  • TUPPERWARE Brand yang DISAYANG Emak-Emak, Brand yang “DIBUNUH” milenial
  • CARA TIONGKOK MENGGRUDUK PASAR INDONESIA
  • MERENUNGKAN CURHATAN SOIMAH Soal Pajak
  • IDA DAYAK & FOMO Marketing
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube

@2020 - All Right Reserved. Designed and Developed by Wihgi.com


Back To Top
yuswohady.com
  • Home
  • Biography