yuswohady.com
  • Home
  • Biography
  • Home
  • Biography
bu zamana kadar sadece babası ile beraber yaşayan mobil porno genç oğlan üniversiteyi bitirdikten sonra hiç bir iş bulamaz porno izle ve evinde pineklemeye başlar Babasının milf bir kadın porno resim ile evlenme kararı ile adeta dumura uğrayan oğlan bunu porno izle ilk başta istemese de belki onunla iyi anlaşacağını seks izle düşünerek evde olduğu zamanlarda canı sıkıldığında üvey annesi sex hikayeleri ile sohbet edeceğini düşünerek kendisini rahatlatır Babasının yeni evlendiği porno izle kadın beklediğinden de çok iyi anlaşan genç oğlan sapık ensest hislerine mobil seks hakim olamayarak üvey annesinin odasına gelip siker
yuswohady.com

Valentine?… EGP!

by yuswohady February 11, 2012
February 11, 2012

Ketika Consumer 3000 basic needs-nya sudah tercukupi, maka kebutuhan mereka pun kemudian naik kelas, tak hanya urusan perut tapi juga kebutuhan-kebutuhan lain yang aneh-aneh. Yang nggak penting-penting kini menjadi penting. Salah satunya adalah mengungkapkan kasih-sayang di hari Valentine.

Kenapa yang nggak penting-penting sekarang menjadi penting? Sekarang untuk mengungkapkan kasih-sayang kepada orang-orang yang kita cintai kita membutuhkan “simbol”; kita membutuhkan “perayaan”; kita butuh “momen mengharukan”. Perasaan dulu nggak gitu-gitu amat.

Dulu mau kasih-kasihan, mau sayang-sayangan, ya spontan saja. Kalau mau pakai omongan ya ngomong begitu saja, selesai. Kalau mau pakai tindakan, ya langsung dijalankan tindakan kongkritnya, selesai. Dulu waktu SMA saya mengungkapkan kasih sayang kepada bapak-ibu saya dengan cara tidak menyusahkan mereka. Caranya dengan tindakan kongkrit belajar keras agar diterima PMDK, terus kuliah yang bener agar gampang cari kerja. Dulu nggak ada tuh candle-light dinner atau perayaan di diskotik (apalagi pakai narkoba segala). Orang kampung mah nggak kenal valentine-valentinan.

Mahal
Dulu mau kasih-kasihan atau sayang-sayangan murah-meriah, banyak gratisnya. Sekarang mahal minta ampun. Untuk menciptakan “simbol fenomenal”, “perayaan monumental”, atau “momen mengharukan” di hari Valentine seringkali kita harus menguras kocek. Kalau mengungkapkan kasih-sayang ala mahasiswa pakai bunga mawar merah yang dibeli di perempatan bangjo, itu sih murah. Tapi kalau simbol kasih-sayang itu harus pakai cincin dan kalung berlian; kalau momen mengharukan itu harus pakai candle-light dinner di hotel bintang lima, ya jadinya mahal.

Celakanya banyak yang beranggapan, makin mahal perayaan, maka akan makin monumental dan fenomenal pula ungkapan kasih kita di hari Valentine. Celakanya lagi, banyak yang beranggapan, makin monumental dan fenomenal perayaan, maka makin dalam pula cinta kita kepada orang-orang terkasih. Mengungkapkan kasih pakai puisi di warteg Bang Miun itu mah sudah jadul, karena murah, karena tidak elit, karena tidak mahal.

Narsis
Minggu lalu saya mengatakan bahwa era Consumer 3000 dan era media sosial adalah eranya konsumen narsis. Dulu kita narsis dengan cara pamer tampang. Kini saluran untuk narsis menjadi bermacam-macam. Salah satunya adalah pamer merayakan Valentine: bahagianya minta ampun kalau kita merayakan Valentine dilihat tetangga atau teman. Bagi yang suka ngetwit, sore-sore sudah woro-woro di Twitter berisi pengumuman bahwa nanti malam mau merayakan ritual candle light dinner. Selepas ritual dilakukan giliran serunya ber-Valentine di-share di Twitter atau blog, foto-fotonya di-upload di Facebook.

Memang banyak untungnya kita menggunakan Valentine sebagai obyek narsis. Ketika semua orang tahu kita merayakan Valentine maka orang akan melihat kita sebagai sosok penyayang, sosok yang penuh kasih, sosok yang peduli dengan kekasih kita. Apakah betul kita penyayang dan penuh kasih, itu tidak penting. Yang penting adalah citra bahwa kita penyayang dan penuh kasih tersampaikan. Dan dunia narsis makin gampang karena Twitter, Facebook, atau blog menjadi alat ampuh untuk membetuk citra dan topeng kita di mata tetangga dan teman-teman.

Terkorupsi
Siapa bilang saya nggak setuju perayaan Valentine. Saya setuju 1000% Hari Valentine karena seharusnya perayaan ini mengerek keagungan kasih-sayang pada posisi terpuncaknya. Namun celaka, seringkali yang kita dapati perayaan ini justru mereduksi makna kasih sayang yang substansi dan hakiki. Sebut saja ini “paradoks Valentine”.

Berikut ini fenomena-fenomenanya. Seringkali dengan perayaan Valentine, keagungan kasih-sayang justru tereduksi hanya sebatas sehari di saat perayaan. Seringkali dengan perayaan Valentine, keagungan kasih-sayang justru tereduksi menjadi sebatas bunga mawar merah yang disemprot parfum mahal. Seringkali dengan perayaan Valentine, keagungan kasih-sayang justru tereduksi menjadi hanya sebatas candle-light dinner di hotel berbintang.

Ketika keagungan kasih-sayang terkorupsi, lalu apa yang kemudian terjadi? Kita jadi kebolak-balik: mengedepankan yang “kulit” dan mengesampingkan yang “isi”. Kita lebih mengedepankan “simbol-simbol kasih-sayang”, “perayaan kasih-sayang” dan “momen-momen sesaat kasih-sayang”. Sementara yang prinsip dan substansi, yaitu tindakan kongkrit sehari-hari yang penuh cinta, penuh kasih, penuh pengertian, penuh kepedualian, selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu, dan 52 minggu setahun, justru dikesampingkan. Itulah kita, suka yang instan, gampang, tapi penuh citra.

****

Setiap kali datang hari Valentine saya selalu memberikan tebak-tebakan kepada istri saya. Saya bilang, “Sayang, kalau disuruh memilih satu di antara dua jenis pasangan berikut, mana yang akan sayang pilih?” Pertama, pasangan yang sepanjang tahun berantem tak ada saling sayang sama sekali, hanya satu hari mereka sayang-sayangan yaitu di hari Valentine, pakai bunga mawar, pakai candle-light dinner di hotel berbintang”. Sementara kedua, pasangan yang sepanjang tahun sayang-sayangan tanpa sedikitpun berantem, hanya satu hari saja mereka berantem persis di hari Valentine”.

Setiap kali mendapatkan tebak-tebakan itu selalu saja istri saya diam seribu basa sambil mengernyitkan dahi, kesal!!!  Nafsu istri mengajak saya merayakan Valentine di hotel berbintang pun serta-merta meredup. Saya berandai-andai, mungkin dalam hati istri saya bilang: “hmmmm… ini suamiku garing amat sih!” ihickihickihick…

Related posts:

  1. VALENTINE DAY 2.0
  2. Laskar Pemudik
0
FacebookTwitterWhatsappEmail
yuswohady

Yuswohady, Managing Partner Inventure. Author of 50+ books on business & marketing, incl. the best seller "Millennials KILL Everything" (2019) and "Consumer Megashift after Pandemic" (2020).

previous post
Brand “Indonesia”
next post
Brand Politisi

Baca Juga

Milenial Jaman Now: Penggerak Leisure Economy

November 18, 2017

“Dua Dunia” Otak Kita

October 13, 2017

The Dark Side of the Gen Z

September 24, 2016

Bukber

June 18, 2016

Multi-Tribes Netizen

February 21, 2016

Strategy in Crisis

September 12, 2015

Consumers in Crisis

September 5, 2015

#C3000 dan Value Innovation

June 13, 2015

Value Innovator

May 31, 2015

Jomblo Lifestyle

October 25, 2014

3 comments

seenlook February 12, 2012 - 3:19 am

S7..S7..ada yg bilang: esensi sayang 4 man adalah PEMBUKTIAN, sdgkan 4 woman PERKATAAN..hoho..*jgan terjebak*. Bahkan katanya acara v-day digadang2 u/ menaikkan Pamor ‘sebuah coklat’?…kalo bisa beli skrg, knapa nunggu v-day?..*siip*

Reply
Gio Alvaro February 12, 2012 - 8:34 am

‎​Hªªhªªhªª jurus tebak2an ternyata sangat ampuh utk mengurangi cost merayakan v-day d hotel bintang 5 .. 🙂

Yessss 🙂

Reply
BunDit February 13, 2012 - 11:08 pm

hahahaha ngebayangin istri mas Siwo yang kesal :D. Seumur2 saya juga gak pernah menganggap V-day sbg hari special. Sekarang, makin variasi cara merayakannya. Malah saya baca di twitter, ada paket V-day : coklat plus kondom. Duuuh, jadi keblinger kan cara mengungkapkan kasih sayang *ngelus dada* 🙁

mari dimaknai positif… 🙂

Reply

Leave a Comment Cancel Reply

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Artikel Terbaru

  • Corona: A Serial Killer

    February 26, 2021
  • Sharing Economy in the Pandemic

    February 19, 2021
  • Syariah Universal

    February 12, 2021
  • Stay @ Home Lifestyle

    February 7, 2021
  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks

    December 27, 2020
  • Best Business Books 2020: My Picks

    December 24, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (3)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (2)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (1)

    December 14, 2020
  • 6 Forces of Change 2021

    December 13, 2020
  • Konsumen Indonesia Optimis

    November 28, 2020
  • Prospective Businesses for UKM

    October 14, 2020
  • UKM Outlook 2021

    October 11, 2020
  • New Omni Marcomm

    October 1, 2020
  • Dunia Hiburan Terkoyak Pandemi

    September 4, 2020
  • Family Life in the Pandemic Era

    September 4, 2020
  • 5 Digital Consumer Megashifts

    August 26, 2020
  • 15 Banking Consumer Megashift

    August 10, 2020
  • New Normal 100: Leisure & Travelling Trends

    July 26, 2020
  • New Normal 100: Digital Life & Privacy Trends

    July 24, 2020

Langganan Artikel via Email

Recent Posts

  • Corona: A Serial Killer
  • Sharing Economy in the Pandemic
  • Syariah Universal
  • Stay @ Home Lifestyle
  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks
  • Best Business Books 2020: My Picks
  • Industry Megashifts 2021 (3)
  • Industry Megashifts 2021 (2)
  • Industry Megashifts 2021 (1)
  • 6 Forces of Change 2021
  • Konsumen Indonesia Optimis
  • Prospective Businesses for UKM
  • UKM Outlook 2021
  • New Omni Marcomm
  • Dunia Hiburan Terkoyak Pandemi
  • Family Life in the Pandemic Era
  • 5 Digital Consumer Megashifts
  • 15 Banking Consumer Megashift
  • New Normal 100: Leisure & Travelling Trends
  • New Normal 100: Digital Life & Privacy Trends
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube

@2020 - All Right Reserved. Designed and Developed by Wihgi.com


Back To Top