Steve Jobs meninggalkan kita hari Rabu lalu. Seperti umumnya great leader — Gandhi, Soekarno, Mother Teresa, — ia pergi meninggalkan legacy yang menginspirasi jutaan anak manusia; inspirasi yang kekal sampai ke ujung jaman. Sepak terjang Steve selama 36 tahun membangun bisnis Apple dan mencipta produk-produk hebat (dari Mac hingga iPad) menyisakan pelajaran-pelajaran bisnis dan marketing sangat berharga. Saya mencoba mengumpulkan serpihan-serpihan pelajaran yang saya dapat dari seorang Steve. Berikut ini beberapa di antaranya.
Market-Driving
“Market-focused”, “market-driven”, “market-orientation” adalah jargon yang menjadi pakem pemikiran dunia pemasaran yang selalu dikumandangkan ribuan pakar bisnis di seluruh dunia. Konsepnya indah sekali: Anda harus mengetahui dulu apa kebutuhan dan keinginan konsumen. Lalu dari situ Anda merancang produk yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Steve punya prinsip yang berlawanan dengan pakem itu. Ini ucapan dia yang sangat saya suka: “It’s really hard to design products by focus groups. A lot of times, people don’t know what they want until you show it to them.”
Seringkali konsumen tidak tahu apa yang dibutuhkannya. Ia baru sadar kebutuhan itu setelah produk disodorkan di hadapannya. Inilah yang terjadi pada iPod; inilah yang terjadi pada iPad. Jadi, alih-alih meriset kebutuhan konsumen, seorang marketer harus menjadi “peramal” kebutuhan konsumen; dari situ ia menciptakan great product; dan kemudian “memaksa” si konsumen untuk menyukai dan membutuhkannya. Jadi bukannya market-driven, tapi market-driving.
Selling the Culture
Ide brilian Steve tak melulu terletak pada kecanggihan iPod atau iPad. Steve tak hanya menjual produk canggih, tapi menjual Apple culture. Inilah yang membedakan Apple dengan Microsoft, misalnya, yang sama-sama jago membuat produk canggih. Kata Steve mengenai Microsoft, “The only problem with Microsoft is they just have no taste. …I mean that in a big way, in the sense that they don’t think of original ideas, and they don’t bring much culture into their products.”
Filosofi “Think Different” merupakan roh yang terus mengobarkan semangat fanatisme Apple yang sulit ditiru pesaing. Produk Apple yang mengombinasikan cool design, user-friendliness, dan great technology menjadikan Apple memiliki posisi unik di hati setiap konsumennya. Tak hanya itu, Apple sudah identik dengan nilai-nilai: young, fun, hyper-creative, cool, different, rebel (yes, seperti kata Steve: “It’s better to be pirates than to join the Navy). Itu sebabnya Apple begitu diloyali, dicintai, difanatiki konsumennya. Apple sudah seperti sekte.
Great Products Advertise Themselves
Soal buzz marketing, kita harus banyak belajar dari apa yang dilakukan Steve dan Apple. Pendekatan pemasaran Apple sangat unik dan canggih: kombinasi antara kehebatan produk, kehebatan PR, kecanggihan community marketing, yang diramu dengan buzz marketing yang mewabah meracuni kita semua. Salesman utama Apple adalah produknya sendiri: “great products advertise themselves!” Kehabatan produk inilah yang kemudian menimbulkan efek word-of-mouth yang menjalar luar biasa melalui internet ke seluruh dunia.
Follow Your Heart
Marketing is not only about science. It’s about art. Di dalam marketing 1+1 tak mesti 2, bisa 5 bisa 10. Itu terjadi karena seorang marketer menghadapi dinamika perubahan lingkungan bisnis yang sangat kompleks dan dinamis. Dalam kondisi semacam itu analisis logis berbekal data-data pasar yang komplit terkadang tak mencukupi. Lalu bagaimana seorang marketer meresponsnya? Steve mengajarkan kepada kita pentingnya suara hati dan intuisi. “Don’t let the noise of other’s opinions drown out your own inner voice. And most important, have the courage to follow your heart and intuition,” ujarnya. Suara hati dan intuisi adalah senjata pamungkas yang menentukan sukses kita dipasar, karena itu dengarkanlah bisikan-bisikannya.
Blue Ocean Hunter
Steve adalah blue ocean hunter sejati. Ia menyukai sepi menyendiri, keluar dari hiruk-pikuk persaingan para medioker. Ia seorang visionary yang selalu mencipta kategori baru, membesarkan pasarnya, dan kemudian mendominasinya. Di pertengahan tahun 1970-an, ketika komputer mainframe IBM mendominasi pasar, Steve mengambil jalan sepi dengan menciptakan kategori baru yang belum pernah ada sebelumnya, PC. Ketika pasar PC kemudian boom dipenuhi pemain-pemain medioker, Steve pun mengarahkan Apple mengambil jalan sunyi dengan produk legendaris Macintosh, walaupun kemudian terperosok.
Ketika internet marak, kembali Steve membawa Apple keluar dari mainstream dengan menciptakan kategori baru yang breakthrough yaitu iPod/iTunes (2001). Dari bisnis komputer yang mulai berdarah-darah, Apple meloncat ke blue ocean market baru yaitu bisnis musik digital. Tak hanya itu, seperti kita saksikan sekarang, Steve kemudian membawa Apple lebih jauh lagi berburu lahan blue ocean market baru untuk mendongkrak kinerjanya. Masuklah Apple ke bisnis smartphone (iPhone, 2007) dan tablet (iPad, 2010). Kiatnya? Kata Steve: “Stay Hungry, Stay Foolish!”
The Real Hero
Steve adalah the real hero. Seorang the real hero tak hanya mengecap kesuksesan semata. Ia juga pernah gagal, bahkan kegagalan di titik terbawah dan terpuruk. Namun dia bisa bangkit lagi dan menuai kejayaannya kembali. Steve mengalami kegagalan fatal saat dia dipecat dari Apple saat Machintos tak mampu mengembalikan kejayaan Apple. Apa komentar dia mengenai pemecatan tersebut? “…getting fired from Apple was the best thing that could have ever happened to me. The heaviness of being successful was replaced by the lightness of being a beginner again, less sure about everything. It freed me to enter one of the most creative periods of my life.”
Hebatnya Steve, ia tidak menyikapi pemecatannya secara negatif dan pesimistik sebagai sebuah kekalahan, tapi justru sebaliknya membebaskannya memasuki masa-masa terkreatif dan terproduktif dalam perjalanan hidupnya. Yang menarik, memulai kembali di titik nol justru menjadikan Steve punya energi luar biasa untuk berkreasi, yang kita tahu akhirnya mengantarkannya untuk mencipta produk-produk paling kreatif dalam sejarah umat manusia. Kondisi serba keterbatasan di titik nol ini justru memberikan spirit luar biasa untuk merengkuh kesuksesan.
Menutup tulisan ini saya ingin mengutip petuah Steve saat memberikan orasi di depan mahasiswa Universitas Stanford tahun 2005: “And yet, death is the destination we all share. No one has ever escaped it. …death is very likely the single best invention of life. It’s life’s change agent; it clears out the old to make way for the new …Your time is limited, so don’t waste it living someone else’s life.”
Tentu saja Steve tidak membuang-buang waktunya yang pendek untuk memberikan kontribusi terbaik bagi peradaban manusia. Di umurnya yang pendek ia telah menghasilkan 6 masterpiece — Apple II, Macintosh, Pixar, iPod, iPhone, iPad — yang membawa hidup umat manusia menjadi jauh lebih baik.
Saya malu. Karena diberi Tuhan waktu 24 jam sehari dan umur yang kira-kira bakal sama seperti Steve, tapi belum berbuat apa-apa. Anda mestinya juga malu seperti saya.
4 comments
angkat topi untuk Steve..
🙂
😀 Jangan malu mas, live your own life, Steve Jobs telah mencipta segitu banyak hal hebat karena dia menjalani hidupnya sendjri. Mas yuswohady juga dengan stylenya telah berbuat something remarkable melalui CROWD-nya. 😀
Our live is limited, don’t waste it living someone else life, including steve’s life :p
cmiiw pak 😀
Iya, pokoknya kita berupaya berkontribusi ke orang banyak walaupun kontribusi itu kecil… asal ikhlas ya
Aku juga malu mas Yuswohady
Hehehehe.. kita nggak ada apa-apanya di banding dia 🙂
Kata dosen antrologi dulu, budaya adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia (artinya sih lupa hihi..)
Sepertinya Om Steve bener2 membuat budaya seperti yang mas Siwo bilang diatas. Selling the culture. Good point!