• Home
  • Biography
bu zamana kadar sadece babası ile beraber yaşayan mobil porno genç oğlan üniversiteyi bitirdikten sonra hiç bir iş bulamaz porno izle ve evinde pineklemeye başlar Babasının milf bir kadın porno resim ile evlenme kararı ile adeta dumura uğrayan oğlan bunu porno izle ilk başta istemese de belki onunla iyi anlaşacağını seks izle düşünerek evde olduğu zamanlarda canı sıkıldığında üvey annesi sex hikayeleri ile sohbet edeceğini düşünerek kendisini rahatlatır Babasının yeni evlendiği porno izle kadın beklediğinden de çok iyi anlaşan genç oğlan sapık ensest hislerine mobil seks hakim olamayarak üvey annesinin odasına gelip siker
yuswohady.com

Mudik = Pamer

by yuswohady September 3, 2011
September 3, 2011
350

Tak seperti kebanyakan pemudik, selama lebih dari 20 tahun menjalankan ritual mudik di setiap hari lebaran, saya punya dua misi. Pertama, tentu untuk bersilaturahmi dengan seluruh anggota keluarga di kampung. Kedua, yang justru mengasyikan, adalah mengamati orang-orang mudik.

Tahun ini ritual mengamati orang mudik pun saya lakukan dengan khusu’ mulai dari saat hanyut dalam perjalanan mudik penuh perjuangan di jalur Pantura, saat penuh keharuan bersilaturahmi dengan seluruh sanak-kerabat di kampung, hingga kembali terbantai kemacetan selama perjalanan balik ke Jakarta.

Mengamati perilaku para pemudik di kampung, saya sampai kepada kesimpulan bahwa tradisi mudik adalah medium yang pas dan efektif untuk pamer ke anggota keluarga, kerabat, dan seluruh tetangga di kampung.

Kenapa pamer? Karena merantau ke Jakarta telah menjadi simbol kehidupan yang lebih baik: lebih sukses, lebih kaya, lebih sejahtera, lebih terhormat, lebih modern, lebih urban (“tidak udik” alias “tidak katrok”), lebih keren. Karena itu ketika mereka kembali ke kampung, simbol-simbol dan atribut-atribut kesuksesan itu harus dipertunjukkan. Syukur alhamdulillah, tradisi mudik memfasilitasi mereka untuk bisa memamerkan kesuksesan.

Tentu saja tak semua perantau menuai kesuksesan dan kehidupan yang lebih baik di Jakarta. Justru sebaliknya, banyak dari mereka yang justru terpuruk begitu mengadu nasib di Jakarta. Tapi itu tak menjadi masalah. Citra bahwa mereka lebih sukses di Jakarta haruslah habis-habisan ditegakkan. Demi membangun citra sukses ini, kalau perlu mereka ngutang atau “menyekolahkan” sepeda motornya ke Pegadaian.

Ada tiga jenis pamer yang dilakukan para pemudik selama mereka di kampung. Coba kita lihat satu-persatu.

Pamer Kesuksesan
Ukuran kesuksesan di Jakarta biasanya tak jauh dari dua hal, yaitu: pekerjaan yang lebih baik-terhormat-elit dan penghasilan yang lebih tinggi. Menjadi buruh pabrik sepatu di Tengerang tentu saja lebih mending ketimbang berkubang mengerjakan sawah di kampung. Karena itu mereka yang menjadi buruh pabrik bisa memamerkan kehebatan pekerjaan mereka ke kerabat dan tetangga di kampung, walaupun gaji sedikit di atas UMR. Di kalangan pekerja migran, pamer kesuksesan juga bisa diwujudkan dalam bentuk besarnya uang kiriman ke keluarga di kampung. Kirimannya makin besar, maka tentu saja itu indikasi kita makin sukses.

Mereka yang lebih beruntung menjadi pekerja kantoran di Jakarta lebih mudah lagi memamerkan kesuksesannya. Mereka tinggal menyebutkan dirinya bekerja di Perusahaan X, Bank Y, atau Departemen Z yang berkantor di kawasan Segitiga Emas Jakarta, bahkan ketika kerabat dan tetangga di kampung tidak menanyakan. Namanya orang kampung, mendengar Perusahaan X, Bank Y, atau Departemen Z yang memang terkenal karena sering muncul di TV dan koran, mereka langsung mengira siapapun yang bekerja di situ pasti orang sukses: kerjanya enak dan gajinya selangit.

Pamer Gaya Hidup
Hidup di Jakarta memang sebuah impian karena kita mendapatkan segala kemewahan hidup yang tidak ada di kampung. Kita bisa merasakan nikmatnya fast food McD atau KFC; belanja supernyaman, supermudah, dan supersejuk di Carrefour; window shopping akhir pekan di mal-mal yang bertabur merek-merek hebat; berlibur ke Dufan, Taman Mini, atau melancong ke Trans Studio di Bandung. Ini semua menjadi sebuah gaya hidup yang kita impikan.

Hidup di Jakarta juga ditandai dengan kehidupan yang selalu sibuk, serba penting, serba terjadwal, serba cepat, serba praktis, serba efisien. Ini berbeda dengan di kampung yang serba lambat dan serba tidak penting. Ini semua, sekali lagi, menjadi gaya hidup  Jakarta yang sudah terlanjur dianggap sebagai model gaya hidup “impian” yang selalu kita dambakan.

Sadar maupun tidak sadar gaya hidup impian ini kita pamerkan kepada kerabat dan tetangga di kampung selama kita mudik. Karena itu tak mengherankan jika tiap tahun pak Fauzie Bowo pusing karena arus orang kampung yang pergi mengadu nasib ke Jakarta kian bertambah dari tahun ke tahun bersamaan dengan kembalinya para pemudik ini ke Jakarta.

Pamer Hedonisme
Jakarta adalah tempat yang ideal bagi tumbuh suburnya hedonisme: berbelanja membabi-buta, berbusana yang selalu mengikuti tren, konsumsi yang berlebihan, unjuk kemewahan, dan sebagainya. Celakanya, hedonisme Jakarta ini dengan sangat pas digambarkan oleh adegan-adegan dalam sinetron kita. Tak usah menunggu bertahun-tahun, dalam waktu satu-dua tahun tinggal di Jakarta, penyakit hedonisme Jakarta ini sudah mulai merasuki sanubari tanpa kita bisa menghentikannya.

Selama mudik, hedonisme Jakarta ini kita pamerkan ke kerabat dan tetangga di kampung dalam beragam bentuk. Saat kita mengajak keluarga atau kerabat berbelanja baju di toko  atau pasar. Saat kita membelikan berbagai perlengkapan elektronik untuk bapak-ibu di kampung mulai dari TV flat, lemari es, hingga rice cooker. Saat kita mentraktir mereka makan di warung terbaik di kampung. Hedonisme juga bisa dipamerkan melalui perhiasan yang kita pakai, gadget termutakhir yang kita beli, atau baju glamour yang kita kenakan selama di kampung.

Saya sering mengatakan tugas marketer adalah 80% mengamati perilaku konsumen dan 20% menyusun/mengeksekusi strategi berdasarkan pengamatan terhadap perilaku konsumen tersebut. Apa yang saya uraikan di atas adalah cermin dari anxiety–desire para konsumen mudik kita. Keberhasilan menangkap anxiety-desire ini akan menentukan keberhasilan program lebaran marketing Anda.

Ini adalah oleh-oleh saya selama seminggu mengamati mudik tahun ini. Semoga program lebaran marketing Anda lebih sukses di tahun depan dengan modal pemahaman lebih baik terhadap anxiety-desire ini.

0 FacebookTwitterWhatsappEmail
yuswohady

Yuswohady, Managing Partner Inventure. Author of 50+ books on business & marketing, incl. the best seller "Millennials KILL Everything" (2019) and "Consumer Megashift after Pandemic" (2020).

previous post
Laskar Pemudik
next post
Halo Warung Padang, Halo Warteg

Baca Juga

Milenial Jaman Now: Penggerak Leisure Economy

November 18, 2017

“Dua Dunia” Otak Kita

October 13, 2017

Best Business Book 2016 – My Picks

December 24, 2016

The Dark Side of the Gen Z

September 24, 2016

Pahlawan Pajak

September 3, 2016

Pesona Lebaran

July 3, 2016

Bukber

June 18, 2016

Sharing Economy dan Koperasi

March 26, 2016

Multi-Tribes Netizen

February 21, 2016

Millennial Trends 2016

January 17, 2016

5 comments

Ruby Lionardi September 4, 2011 - 1:03 am

“Tugas marketer adalah 80% mengamati perilaku konsumen dan 20% menyusun/mengeksekusi strategi berdasarkan pengamatan terhadap perilaku konsumen tersebut.”

Analisa fundamental yang menarik (dan enak dibaca) mengenai consumer behavior di saat mudik. Thanks, Mas Yuswohady.

Reply
addie 3ads September 4, 2011 - 1:06 am

Ditunggu tulisan berikutnya.

Reply
Beny Damarhadi September 4, 2011 - 1:34 am

Why Jakarta?
Kata itu yang selalu saya tanyakan sejak jaman lulus STM dulu, mayoritas lulusan STM meluncur ke Jakarta, meski ada panggilan kerja di Astra Jakarta saya memilih menimba ilmu @Jogja, so much fun there 🙂
Lulus kuliah juga kurang lebih sama, mayoritas meluncur ke Jakarta, lagi-lagi saya memilih kerja di SoftwareHouse kecil @Purwokerto, meski ada panggilan kerja di Jakarta yang gajinya 3x lipat.
FYI, skarang menetap @Brebes, kota kecil tapi sregep 🙂 Setiap hari bertemu Petani Bawang, Pengusaha Telur Asin, Dan banyak Entrepreneur lain. Mereka (dan saya) mengamini bahwa; Insya Allah kerja di daerah juga berkah… Amiin 🙂 jadi, ga perlu pamer ya Bang Yus, cukup jadi objek yang dipameri, hahaha 😀

Reply
seenlook September 4, 2011 - 6:03 am

Uffh…kalo pngemis2 yg bisa bawa uang jtaan ke kampung…jg dSbut urban yg sukses dong?..*mantab

Reply
sibair September 5, 2011 - 11:06 pm

waw sangat menarik mas.. saya gak bisa berkata-kata. *masih terkesan*

Reply

Leave a Comment

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Recent Posts

  • KENAPA SHOPEE LIVE NENDANG!!! ” Jualan dr. Richard Lee Cuan Rp 8 M “
  • HEBOH SHOPEE LIVE : Fake FOMO Marketing
  • GEN Z “Generasi Gali Lubang Tutup Lubang”
  • KENAPA PRODUK KOLAB KERAP MEMICU FOMO “Starbucks X Blackpink”
  • REBRANDING TWITTER “Mengubur LEGACY Masa Lalu”
  • At the End of the Day, EVERY HOMO SAPIEN IS FOMO SAPIEN
  • PELAJARAN MARKETING dari FILM BARBIE “FOMO Marketing in Action”
  • KENAPA SHOPEE LIVE NENDANG!!! “Jualan dr. Richard Lee Cuan Rp 8 M”
  • PUTRI ARIANI & NATION BRANDING INDONESIA
  • NETIZEN IS THE BEST CHIEF SERVICE OFFICER
  • Dari AUTHENTICITY ke BRAND ADVOCACY “Belajar dari Bos Bluebird”
  • TB GUNUNG AGUNG TUTUP Bagaimana Format Toko Buku ke Depan?
  • UNTUNG-RUGI CALEG PESOHOR
  • CUSTOMER-CENTRIC GOVERNMENT
  • DIPLOMASI BOLA ARAB SAUDI
  • TOKOPEDIA NAIK TARIF & ERA BARU E-COMMERCE
  • TUPPERWARE Brand yang DISAYANG Emak-Emak, Brand yang “DIBUNUH” milenial
  • CARA TIONGKOK MENGGRUDUK PASAR INDONESIA
  • MERENUNGKAN CURHATAN SOIMAH Soal Pajak
  • IDA DAYAK & FOMO Marketing
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube

@2020 - All Right Reserved. Designed and Developed by Wihgi.com


Back To Top
yuswohady.com
  • Home
  • Biography