Ada yang sama dalam sinetron-sinetron kita. Semua sinetron kita pasti bercerita tentang mimpi. Kita seolah dibawa ke planet langit ke-tujuh nun jauh di sana. Pemain-pemainnya, aktingnya, skenario ceritanya, alur logikanya, setting lokasinya, semuanya diimpor dari planet langit ke-tujuh: aneh bin ajaib. Sinetron kita cerita tentang mbak-mbak dan mas-mas yang cantik dan ganteng minta ampun (pemeran utamanya ganteng, opanya ganteng, anaknya ganteng, cucunya ganteng, omnya ganteng, keponakannya ganteng, semuanya ganteng). Sinetron kita cerita tentang rumah supermewah di kawasan real estat paling mahal di Jakarta. Sinetron kita cerita tentang mobil-mobil paling wah Mercy, BMW, Ferari; paling apes Alphard.
Ada untungnya saya nonton sinetron sehabis seharian berkubang di Jakarta untuk berburu sesuap nasi. Sinetron menjadi semacam oasis yang menyejukkan. Sepanjang hari sudah suntuk nggak ketulungan: ketemu dengan gembel di jalanan Jakarta; melihat pemandangan tak sedap rumah reot di pinggir kali yang tercemar; terjebak macet di Thamrin-Sudirman, kesal oleh aksi abang Bajay yang berlagak seperti Jason Statham dalam film Transporter; belum lagi membaca koran gemes sama koruptor kelas kakap Nazaruddin yang begitu enteng wawancara dengan Metro/TVOne.
Begitu sampai rumah, tekan tombol remote TV, klik!!!, nongol sinetron Cinta Fitri: hati terasa mak nyesss melihat wajah ayu Shireen Sungkar; hati terasa adem melihat wajah ganteng Teuku Wisnu; hati terasa lapang melihat rumah gedong Pondok Indah dengan perabot supermewah; hati terasa plong melihat Mercy, BMW atau Ferari yang seumur hidup tak bakal terbeli. Sungguh sebuah oasis yang menentramkan.
Menangis dan Melotot
Hanya ada dua jenis pemain yang ada dalam sinetron kita: kalau nggak cantik banget atau ganteng banget; ya jelek banget. Yang pertama menjadi jatah para pemeran utama (protagonis maupun antagonis). Sementara yang kedua menjadi jatah pemain pinggiran yang tak jauh-jauh dari babu, sopir, dan satpam.
Jika Anda melamar ke PH (production house) untuk menjadi pemeran wanita dalam sinetron kita, maka (saya kira) syaratnya ada dua. Pertama cantik. Kedua bisa menangis. Cantik dalam sinetron kita jelas pagar-pagarnya. Standar bakunya adalah hidung mancung dan kulitnya putih mengkilat. Syukur-syukur ada bau-bau bule atau Arab, pasti Anda langsung masuk short list yang diterima. Tidak ada ruang bagi protagonis di sinetron kita yang berhidung pesek dan berkulit coklat muram. “Itu mah nggak komersil, bikin rating jeblok,” begitu kira-kira comment sang produser sinetron kita.
Lalu kenapa ada syarat kedua, bisa menangis. Ya, karena pemeran utama wanita protagonis dalam sinetron kita selalu sosok malaikat: wanita cantik yang alim dan bijak, nggak banyak omong, tutur bahasanya halus, nggak banyak tingkah. Umumnya si protagonis ini dari kampung, nasibnya bak comberan, miskin (tapi tetap cantik ala wajah Indo), dan yang terpenting mereka selalu digencet dan dibinasakan si tokoh antagonis.
Nah, ketika digencet dan dibinasakan, maka si protagonis ini harus selalu sigap menangis. Biasanya 99% peran si protagonis ini tak jauh dari urusan bersedih dan menangis karena difitnah, ditipu, diguna-guna, diambil anaknya, dibunuh calon suaminya. Lalu 1% sisanya adalah urusan happy ending yang selalu bisa dipastikan ada di ujung akhir sinetron.
Sebaliknya tokoh antagonis sinetron kita bak setan yang jahat sampai ke ubun-ubun. Kalau syarat menjadi si protagonis harus bisa menangis, maka syarat menjadi pemain antagonis lain lagi, yaitu harus bisa melotot (hingga bola mata mau melorot dari kantungnya). Kenapa rupanya? Ya, karena saat si antagonis mengeluarkan jurus aksi jahatnya, biasanya kamera meng-close up wajahnya, dan pada saat itulah mata harus melotot diikuti akting roman muka jahat yang dipenuhi tipu muslihat, kedengkian, keculasan, dan dendam.
Beku Otak
Saya menyarankan, jangan sekali-sekali Anda menganalisis sinetron kita. Karena kalau itu Anda lakukan, belum satu menit Anda menganalisis, yang keluar adalah umpatan-umpatan yang terlarang di bulan suci Ramadhan. Lebih baik Anda mengalah. Lebih baik Anda berdamai. Lebih baik Anda kompromi. Jangan gunakan otak. Jangan gunakan logika. Itu kalau Anda mau selamat dan sukses menonton sinetron kita.
Beberapa bulan lalu sekelompok pemirsa sinetron kita membuat “Gerakan Koin untuk Artis Putri yang Ditukar”. Meniru “Gerakan Koin Peduli Prita”, gerakan ini mencoba menggugah kita semua untuk memprotes sinetron kita yang buruk kualitas. Dengan nada sarkastis, si admin gerakan ini berujar, “Gerakan online ini mau mengumpulkan koin recehan untuk disumbangkan para artis sinetron Putri Yang Ditukar supaya mereka tidak harus bermain di sinetron bodoh 3 jam sehari, 7 hari seminggu.”
Itu saya bilang, begitu kita memikirkan sinetron kita secara serius, dianalisis pakai teori kebudayaan yang canggih, maka yang keluar adalah ucapan-ucapan sarkastis dan menghujat. Karena itu saya selalu “memaafkan” sinetron kita, dengan mengambil yang baik-baik dan tidak peduli yang buruk-buruk. Alur cerita yang nggak nyambung, plot yang membonsai akal sehat, atau dialog-dialog yang tak cerdas adalah jembatan bagi sinetron kita untuk menjadi lebih baik. Barangkali memang butuh waktu bagi sinetron kita untuk menjadi lebih civilized. Saya cuma bisa berdoa semoga para produser sinetron kita cepat insaf.
Selama menulis kolom ini, saya menonton tiga sinetron sekaligus di tiga stasiun TV utama di jam prime time. Maksudnya, agar saya mendapatkan gambaran on the spot mengenai carut-marut sinetron kita. Tapi celaka, seperti sebelum-sebelumnya, setiap kali nonton sinetron kita, nggak sampai setengah jam perut saya selalu mual. Sayur lodeh, tempe bacem, dan kerupuk kampung yang sudah ngendon di perut sejak sahur tadi pagi serasa mau balik ke mulut. Upss bahaya, sudah nggak tahan nih!!! Sorry pembaca, saya harus ke belakang dulu, tulisannya dicukupkan sekian dulu ya. Upss… upss… upss…
13 comments
Ha3…mantap mas! Tapi mungkin tulisan ini tak bisa ditujukan ke sinetron PPT. Akting bagus, bahasa bernas, dan lari dr teori utama: nyaris tak ada yg cakep…xixixie. Artinya tak bisa dipukul rata. Meski hrs diakui nyaris semua sinetron adl sampah….
wah, evangelis nya PPT nih
tp kenyataannya hal bodoh yg seperti itulah yg disukai masyarakat kita (setidaknya dari rating yg di-release satu2nya media rating di negeri ini)…salah produser atau masyarakat kita?
Saya kira harusnya si produser jangan memanfaatkan kebodohan masyarakat untuk mengeruk uang, tapi harus membawa mereka menjadi makin cerdas dengan tayangan2 yang cerdas pula
Dulu orang berpendapat bahwa film (sinetron) adalah potret kehidupan. Artinya bagaimana kehidupan nyata ada, sebagian dituang ke dalam film (sinetron).
Padahal yang terjadi itu sebaliknya, film (sinetron) itu sebagai gambaran masa depan kehidupan yang dikumandangkan. Persis seperti alat propaganda namun dengan gaya yang berbeda.
Jadi sekarang jika kita menginginkan Indonesia yang bebas korupsi, tayangkanlah cerita (film) tentang Indonesia yang tegas dalam hukum, yang berani menindak pemimpin yang salah, adanya orang-orang yang anti suap.
Pendeknya film (sinetrom) itu seperti menceritakan apa yang kita impikan untuk jadi kenyataan.
Akhirny ada teman seperjuangan!!!
Haha… perasaan kita sama
1000% setuju mas. Tulisan mas siwo bener2 mengkonfirmasi pikiran dan perasaan sy yg muncul setiap mencoba nonton sinetron di rmh. Akhirnya sll ganti channel deh. Buat yg demen nonton sinetron, apa ya yg didapetin dr tontonan itu..??
Potret dari masayarakat kita yang belum civilized
[…] yuswohady Tulisan saya, Sinetron, minggu lalu banyak mendapat tanggapan. Tulisan yang juga saya share di media sosial (Facebook dan […]
awalnya saya suka nonton sinetron kita.eh,lama-lama ceritanya jadi ngawur, nggak habis2nya. pelaku penjahat selalu menang, keluar masuk rumah sakit, polisi bengong,air mata,kecelakaan, nggak bisa ngomong,wajah jujur yang lugu, tertindas menyerah pada nasib,persis gaya film india. Nah bung artikel anda rasanya mewakili perasaan kita. setuju banget.gimana kalo kita boikot aje sinetron murahan itu.
sy setuju banget dg tulisan bung.
SETUBUH GAN! SINETRON IALAH PEMBODOHAN PUBLIC
Memang tak dapat dipungkiri, sinetron saat ini tak ubahnya seperti musim buah-buahan, Jika salah satu setasiun Tv berhasil menayangkan Sinetron dengan tema tertentu.. niscaya hampir semua tv akan menampilkan sinetron yg serupa. Contohnya saat musim sinetron Realigi.. hampir semua sinetron di TV beraliran realigi.
Statment yg menyatakan bahwa masyarakat kita bodoh, itu adalah salah. Masyarakat kita cukup pintar juga menilai keindahan dari sebuah sinetron, Mungkin mereka hanya pernasaran saja dengan endingnya makanya selalu ditonton. atau bahkan mungkin mereka sendiri geli dan lucu menyaksikan sinetron tersebut sehingga bisa dijadikan bahan cemoohan atau lawak bt di hujat.
Mungkin saat ramadhan ini kit abisa menyaksikan sinetron PPT (para pencari tuhan) yg tayang di salah satu stasiun tv, Meski ditayangkan 2 kali dan di tengah sahur maupun sore hari, tapi sinetron tersebut masih berhasil merajai ratting pertelevisian disaat jam tersebut tayang. Sinetron tersebut memang memiliki banyak makna dan nilai yg disajikan hanya 30 hari selama bulan ramdhan saja. sehingga tidak ada cerita ataupun settingan yg melenceng entah kemana.
Mungkin semua sineas muda kita patut meniri sutradara tersebut, karena meski hanya mengandalkan kekuatan tema cerita dan jam tayang yang singkat namun masih bisa menghasilkan ratting yang tinggi.
Sooo.. janganlah kita hanya menghujat atau merendahkan produksi bangsa sendiri, mari berbenah diri sendiri apakah kita atau keluarga kita atau bahkan tetangga kita yang menciptakan sinetron tersebut tetap tayang?? #berbenahlah
Mas Yuswo, ini sangkutan dengan marketingnya dimana mas?? hehehe..
kangen buku2 mas yuswo tulis bareng sama HK
[…] "Follower"Coming Up SoonMenkop dukung gerakan DekopinKronologis bom SoloTulisan saya, Sinetron, minggu lalu banyak mendapat tanggapan. Tulisan yang juga saya share di media sosial (Facebook dan […]
Mengapa sinetron kita yang buruk2 itu masih laris manis mas? Apa karena bangsa ini masih sangat jauh dari kualitas masyarakat yang berpendidikan? Bukankah kita sudah bukan lagi negara berkembang, sudah maju ekonominya, tetapi mengapa masih tertipu dengan sinetron yang jauh dari realitas sehari-hari? Berarti ada yang tidak sinkron dengan data yang mengatakan masyarakat kita semakin civilized dengan masih laku nya sinetron2 ini?