yuswohady.com
  • Home
  • Biography
  • Home
  • Biography
bu zamana kadar sadece babası ile beraber yaşayan mobil porno genç oğlan üniversiteyi bitirdikten sonra hiç bir iş bulamaz porno izle ve evinde pineklemeye başlar Babasının milf bir kadın porno resim ile evlenme kararı ile adeta dumura uğrayan oğlan bunu porno izle ilk başta istemese de belki onunla iyi anlaşacağını seks izle düşünerek evde olduğu zamanlarda canı sıkıldığında üvey annesi sex hikayeleri ile sohbet edeceğini düşünerek kendisini rahatlatır Babasının yeni evlendiği porno izle kadın beklediğinden de çok iyi anlaşan genç oğlan sapık ensest hislerine mobil seks hakim olamayarak üvey annesinin odasına gelip siker
yuswohady.com

McD Merakyat!!!

by yuswohady July 16, 2011
July 16, 2011

Tulisan ini bukan salah judul. Memang, di Indonesia kalau kita bicara “makanan merakyat” tentunya bukan Big Mac, tapi nasi pecel, rujak Cingur, atau bakso Malang. Kalau kita bicara “warung merakyat” tentunya warung Tegal, warung Padang, atau warung nasi kucing di Yogya-Solo; bukan McDonald’s. So, apa relevansinya judul tersebut? Ada apa dengan McD?

Setidaknya ini pengamatan saya terhadap gerai fast food ternama dari negeri Paman Sam yang sudah berada di sini persis 20 tahun tersebut. Saya melihat tren, di satu sisi McD terlihat semakin mendekatkan diri dengan masyarakat luas berbagai kalangan tak hanya kalangan atas (seperti saat gerai ini masuk ke Indonesia), tapi juga ke kalangan menengah (yes Consumer 3000) dan bahkan kalangan bawah. Harus diingat di negeri asalnya sono, McD memang adalah warung merakyat yang menjangkau semua kalangan masyarakat baik atas, tengah, maupun bawah.

Di sisi lain, masyarakat kita mulai bergeser pola pikirnya, tidak melihat brand-brand dari negara maju (McD, Coca-Cola, Starbucks, Sony, Mercedes Benz) sebagai sesuatu yang “wah” lagi seperti dulu. Brand-brand itu sudah menjadi “household brand” yang menjadi keseharian kita; sesuatu yang biasa dan tak lagi menjadi alat untuk mendongkrak image. Saya kira Coca-Cola adalah salah satu contoh brand yang sebelumnya telah berhasil “merakyatkan diri” di Indonesia.

Saya masih ingat pada saat McD pertama kali masuk Yogya saat saya masih kuliah di UGM sekitar 15 tahun lalu, mau masuk McD saja nggak pede alias minder. Ya karena saya masih terpana melihat brand hebat yang datang dari negara super power hebat. Tapi kini, McD di Malioboro Mall sudah menjadi “tempat umum” yang disambangi semua kalangan atas maupun bawah.

Proses “merakyatnya” McD ini saya amati makin intensif 2-3 tahun terakhir seiring dengan makin banyaknya jumlah konsumen kelas menengah kita (saya sering menyebutnya middle class consumer atau Consumer 3000) yang menjadi core customer McD, khususnya di perkotaan (Jakarta dan kota-kota besar provinsi). Mereka adalah konsumen yang memiliki daya beli cukup lumayan (pengeluaran di atas $2/hari) dengan sekitar 100 juta mulut. Pasar dengan daya serap yang sangat besar inilah yang memuluskan McD dalam menjalankan strategi “merakyat”-nya.

Apa saja indikasi dari semakin merakyatnya McD ini? Coba kita amati sinyal-sinyal berikut.

Downgrading
Kalau Anda telusur McD selama sepuluh tahun terakhir, kalau teliti sedikit Anda akan mendapati bahwa harga McD makin terjangkau oleh semua kalangan. Awalnya penurunan harga diciptakan dengan membuat paket-paket bundling yang value for money. Tapi karena seringnya paket itu diciptakan akhirnya menjadi paket reguler dengan harga yang terjangkau. Intinya, McD semakin memperkokoh diri menjadi value-for-money brand di Indonesia, bukan brand yang ada di menara gading.

Menariknya tren ke arah harga yang semakin terjangkau ini tak hanya dimonopoli McD, tapi secara konsisten juga dilakukan gerai-gerai waralaba global lain seperti KFC, Burger King, atau Wendy’s. Bahkan tak hanya itu, gerai-gerai yang dulunya konsisten memposisikan diri di atas seperti Pizza Hut pun ikutan tergerus menurunkan diri agar lebih terjangkau oleh konsumen yang lebih luas.

Mass Luxury
Tak hanya secara sistematis membuat harganya makin terjangkau, McD dan teman-temannya pun semakin meluaskan segmen pasarnya ke seluruh lapisan masyarakat. Di samping menjadikan harganya semakin terjangkau, dalam strategi komunikasinya McD juga membangun persepsi sebagai brand yang down-to-earth dan dekat dengan semua kalangan, tak terbatas kalangan atas. Sengaja atau tak sengaja, McD mengarahkan diri menuju mass luxury brand dengan jangkauan pasar yang lebih luas.

Pilihan strategi yang diambil McD bisa ada dua. Pertama, dengan mengerek brand-nya setinggi langit dan mengenakan harga premium (lihat Starbuck). Kedua, menjadikan McD sebagai mass brand, menjangkau segmen konsumen seluas mungkin, dan mematok harga yang terjangkau semua kalangan. Selama beberapa tahun terakhir saya melihat pergeseran strategi McD dari pilihan pertama ke pilihan kedua.

Deepening Usage
Dulu kita datang ke McD sekali seminggu bareng dengan seluruh anggota keluarga: habis jalan-jalan di mal capek dan lapar, lalu makan di McD. Namun kini, perilaku itu secara sistematis akan diubah McD. Kalau dulu kita sekali seminggu ke McD, maka kini kalau bisa saat makan pagi di McD, makan siang di McD, makan malam juga di McD. Bahkan untuk para ABG dan anak kuliahan yang butuh lembur mengerjakan tugas, bisa nglembur di McCafe sampai pagi. Atau kalau malas malam-malam ke gerai McD, kita bisa menggunakan layanan delivery-nya.

Jadi McD mencoba mendidik kita untuk meningkatkan usage, dari sekali seminggu menjadi 3 kali sehari, sehingga ia betul-betul menjadi household brand yang menjadi keseharian kita. Strategi untuk “deepening usage” tersebut terakhir terlihat saat McD meluncurkan program sarapan pagi dari jam 6-11 dengan menu praktis yang memang cocok untuk  kondisi makan pagi.

Halo… Apa Kabar Nasi Pecel?
Saya menulis artikel ini bukan karena takjub pada strategi cerdas yang dijalankan McD (mungkin perlu diketahui pembaca, saya menulis artikel ini bukan janjian dengan orang PR-nya McD apalagi dibayar mereka). Saya menulis artikel ini dalam tone yang pilu. Kenapa? Karena kalau brand-brand global (dengan kekuatan resources mereka yang luar biasa) mampu menghipnotis dan membentuk budaya konsumsi kita seperti yang dilakukan McD, lalu mau kemana Nasi Pecel, Rujak Cingur, atau Warung Tegal.

Yang paling saya takutkan adalah ketika McD, KFC atau Pizza Hut menjadi “mainstream” makanan yang kita konsumsi tiga kali sehari sementara sebaliknya nasi pecel atau Warung Tegal justru kita sambangi sekali setahun untuk “nostalgia”. Jabang bayi, mudah-mudahan kenyataan pahit ini tak dialami anak-cucu kita. Message-nya, kita harus bisa building brand nasi pecel, Rujak Cingur, dan warung Tegal seperti yang begitu cerdas dilakukan oleh McD. Saya tak rela kalau makanan yang menjadi kesukaan saya sejak kecil seperti nasi pecel kemudian menjadi “museum”. Sedih!!!

No related posts.

0
FacebookTwitterWhatsappEmail
yuswohady

Yuswohady, Managing Partner Inventure. Author of 50+ books on business & marketing, incl. the best seller "Millennials KILL Everything" (2019) and "Consumer Megashift after Pandemic" (2020).

previous post
Candu Kartu Kredit
next post
Mall Is the Killer App

Baca Juga

Konsumen Indonesia Optimis

November 28, 2020

New Omni Marcomm

October 1, 2020

Dunia Hiburan Terkoyak Pandemi

September 4, 2020

Family Life in the Pandemic Era

September 4, 2020

THE NEW NORMAL 100

June 3, 2020

“Stay @ Home” Economy

March 25, 2020

Covid-19: The Birth of WFH

March 20, 2020

Perilaku Konsumen @ Covid-19

March 13, 2020

Piala Dunia Zaman Now

July 7, 2018

Setiap Orang Berbohong di Facebook

March 10, 2018

1 comment

Agus Hadi Prayitno October 16, 2012 - 5:37 am

Menarik sekali tulisanya tentang merakyanya McD dan fast food lainnya, cuma yang jadi pertanyaan saya bagaimana kami yang menjual produk lokal dengan brand lokal semisal saja kami sekarang memulai usaha rumah makan dengan brand D’Gejrot Kemek dengan tagline “Bukan Cuma Tahu” untuk dapat mengangkat brand lokal kami ke kancah yang lebih tinggi atau setara dengan dengan fast food yang sudah dikenal konsumen sebelumnya, jika parameter harga yang menjadi pertimbangan konsumen maka harga jual D’Gejrot masih jauh di bawah harga jual fast food yang ada, mungkin bisa berikan masukan kepada kami untuk bagaimana membangun brand lokal tersebut?
Makasih,

Reply

Leave a Comment Cancel Reply

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Artikel Terbaru

  • Corona: A Serial Killer

    February 26, 2021
  • Sharing Economy in the Pandemic

    February 19, 2021
  • Syariah Universal

    February 12, 2021
  • Stay @ Home Lifestyle

    February 7, 2021
  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks

    December 27, 2020
  • Best Business Books 2020: My Picks

    December 24, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (3)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (2)

    December 14, 2020
  • Industry Megashifts 2021 (1)

    December 14, 2020
  • 6 Forces of Change 2021

    December 13, 2020
  • Konsumen Indonesia Optimis

    November 28, 2020
  • Prospective Businesses for UKM

    October 14, 2020
  • UKM Outlook 2021

    October 11, 2020
  • New Omni Marcomm

    October 1, 2020
  • Dunia Hiburan Terkoyak Pandemi

    September 4, 2020
  • Family Life in the Pandemic Era

    September 4, 2020
  • 5 Digital Consumer Megashifts

    August 26, 2020
  • 15 Banking Consumer Megashift

    August 10, 2020
  • New Normal 100: Leisure & Travelling Trends

    July 26, 2020
  • New Normal 100: Digital Life & Privacy Trends

    July 24, 2020

Langganan Artikel via Email

Recent Posts

  • Corona: A Serial Killer
  • Sharing Economy in the Pandemic
  • Syariah Universal
  • Stay @ Home Lifestyle
  • Best Business Book 2020 on COVID-19: My Picks
  • Best Business Books 2020: My Picks
  • Industry Megashifts 2021 (3)
  • Industry Megashifts 2021 (2)
  • Industry Megashifts 2021 (1)
  • 6 Forces of Change 2021
  • Konsumen Indonesia Optimis
  • Prospective Businesses for UKM
  • UKM Outlook 2021
  • New Omni Marcomm
  • Dunia Hiburan Terkoyak Pandemi
  • Family Life in the Pandemic Era
  • 5 Digital Consumer Megashifts
  • 15 Banking Consumer Megashift
  • New Normal 100: Leisure & Travelling Trends
  • New Normal 100: Digital Life & Privacy Trends
  • Facebook
  • Twitter
  • Instagram
  • Youtube

@2020 - All Right Reserved. Designed and Developed by Wihgi.com


Back To Top