Bulan Juni-Juli ini merupakan musim liburan anak sekolah. Tak heran jika stabilitas kerja kantor-kantor agak terganggu karena banyak karyawan yang mengambil cuti untuk liburan dengan anak-anak. Mereka membanjiri tempat-tempat liburan di Bandung, Yogyakarta atau Bali. Tak sedikit dari mereka yang berlibur ke Singapura, Hong Kong atau Cina. Ya, karena berlibur ke luar negeri di kini sudah bukan barang mewah lagi, mulai terjangkau tak seperti dulu.
Masa liburan tentu saja surga bagi marketer, karena saat itulah waktu untuk berbelanja. Tak heran jika sale merajalela di mana-mana. Matahari bikin sale 50%; Jakarta Great Sale digelar di mal-mal menawarkan diskon hingga 70%; sementara di segmen atas, tak ketinggalan mal-mal papan atas berlomba menggelar midnight sale untuk item-item yang lebih branded. Di negara tetangga seperti Singapura atau Malaysia demam sale berbagai produk pun terasa di mal-mal dan pusat-pusat perbelanjaan. Tahu saja mereka bahwa wisatawan Indonesia bakal kepincut memborongnya.
Artikel ini pun saya tulis di sela-sela liburan, dalam perjalanan bis dari Singapura-Johor Bahru-Putrajaya, Malaysia, bersama seluruh keluarga besar lengkap dengan anak-anak, keponakan, dan mertua. Ketika seluruh mereka sibuk shopping dan berburu belanjaan di Orchard Rd Singapura atau kawasan Bukit Bintang Kuala Lumpur saya justru sibuk mengamati perilaku berbelanja mereka dan berpikir keras menelusuri apa isi kepala mereka. Sebut saja ini sebagai “psikologi berbelanja di saat liburan”. Berikut ini insight-insight yang saya dapatkan.
It’s Time to Spend
Masa liburan adalah masa-masa dimana kita begitu royal mengeluarkan uang dengan berbelanja. Di sini bawaannya kita ingin belanja, belanja, dan belanja (biar seksi sebut saja: “3B”). Momentumnya pas, karena di saat kita lagi seru-serunya ingin berbelanja; toko, mal, atau department store berlomba-lomba menawarkan diskon. Klop sudah! Demi nafsu besar berbelanja ini, kita sering “membela diri” dengan memajukan argumentasi bahwa sepanjang tahun kita telah bekerja membanting tulang mengumpulkan uang, maka kinilah saatnya kita menghabiskan uang dan menikmatinya. Dengan “dendam kesumat” ini, hati rasanya plong. Kinilah saatnya menikmati hidup dan merayakannya. “It’s time to celebrate!!! It’s time to spend!!!”
Shopping Now, Think Later
Masa liburan saya sebut sebagai saat dimana “hantu 3B” bergentayangan menguasai otak dan pikiran kita. Ketika hantu modern ini menghipnotis kita, maka kita seperti kesurupan. “Wow, hidup tak lain adalah 3B: Belanja, Belanja, dan Belanja”. Celakanya, nafsu belanja yang kepalang besar seringkali membutakan mata dan hati kita pada kemampuan dompet kita. Pokoknya hantam dulu dengan jurus 3B dan lupakan yang lain. Di masa liburan, yang penting kita bisa memanjakan nafsu 3B dan melupakan isi dompet. Kalau perlu keluarkan jurus yang lain, yaitu “jurus kartu kredit” alias ngutang. Karena pikiran semacam ini, seringkali biaya liburan kita menjadi over budget. Dan kalau sudah begitu, pepatah berikut menjadi pas sekali: “bersenang-senang dahulu, bersusah-susah kemudian!”.
Now or Never
Saat liburan dimanfaatkan toko dan mal untuk menggelar sale. Di tengah serbuan sale yang begitu membabi-buta, kemudian muncul perasaaan (tepatnya keyakinan) bahwa kita harus membeli produk yang di-sale tersebut sekarang juga. Kenapa? Karena kalau tidak, maka kesempatan emas sale pun akan terlewat begitu saja. Persis seperti kata Elvis Presley: “Now or never!!!” Berbekal prinsip “aji mumpung” ini, kita pun berupaya mati-matian untuk bisa membeli produk sale tersebut. Di sinilah kembali lagi, hantu 3B menggayuti dan menghipnotis akal sehat kita. Apapaun alasannya (duit cekak, kebutuhan di belakang banyak, gaji belum naik-naik… you name it), ujung-ujungnya tetap 3B: Beli, Beli, Beli, titik!!!
Shopping Is Contagious
Jangan lupa berbelanja adalah “penyakit menular”. Pada saat liburan, ketika semua orang kalap berbelanja, maka kita pun akan ikut-ikutan kalap berbelanja. Pada saat berangkat menuju bandara Soekarno-Hatta saya sudah wanti-wanti kepada istri agar jangan terlalu boros. Sesampai di Changi harapan itu masih saya dengungkan. Namun begitu sampai di Orchard atau kawasan perbelanjaan Bukit Bintang, Kuala Lumpur, harapan itu hancur lebur. Usut punya usut, rupanya kakak dan kakak ipar istri saya, keponakan, juga mertua, semuanya kalap terasuki hantu 3B. Walhasil, istri saya pun ketularan terjangkit hantu 3B. “Remember, shopping isn’t only addicted, it’s also contagious.”
Eat, Eat, Eat… Anytime, Anywhere
Kalau mau teliti dihitung, saya berani bertaruh pengeluaran terbesar seseorang atau keluarga selama liburan adalah pengeluaran untuk makan-minum. Persis seperti slogan Sosro: Apapun bentuk wisatanya, wisata kuliner adalah yang paling hot dan paling banyak menguras dompet. Pada saat liburan, kapanpun dan dimanapun, kita selalu makan, makan, dan makan (yang ini saya sebut “3M”). Di Bandara kita makan, selama perjalanan kita makan, di tempat belanja kita makan, di tempat main anak-anak kita makan, dan (apalagi) di restoran kita makan. Seperti halnya 3B, pepatah “bersenang-senang dahulu, bersusah-susah kemudian” pun berlaku di 3M. Selama liburan pokoknya hantam dulu 3M, begitu selesai liburan kelosterol dan asam urat pun merajalela.
Saya punya harapan-harapan dari artikel pendek ini. Pertama, saya berharap, hai Anda para konsumen, semakin bijaklah Anda dalam menjinakkan hantu 3B. Kedua, saya berharap, hai para marketer, semoga Anda lebih piawai dalam memanfaatkan hantu 3B. Siapa yang bakal “menang” di antara keduanya?
1 comment
Mmmh…aku brlindung dri godaan 3b yg trekutuok…*logat padang
🙂