Law #1 | Twitter Marketing Is LOVE Marketing
Mulai minggu ini, secara berseri saya akan menguraikan satu-persatu 8 prinsip dari konsep pemasaran di Twitter yang saya perkenalkan minggu lalu yaitu “Twitter Marketing Is Love Marketing”. Seperti saya uraikan minggu lalu konsep Twitter Marketing ini mengandung 8 prinsip cinta yaitu: memberi (giving), curhat (conversation), mendengar (listening), berbagi (sharing), peduli (caring), empati (empathy), kepercayaan (trust), pertemanan (friendship).
Intinya, saya ingin mengatakan bahwa jika Anda menjalankan 8 prinsip cinta tersebut kepada customers (dan stakeholders) Anda di Twitter, maka dengan sendirinya Anda akan membangun emotional connection dengan mereka. Dan ketika emotional connection itu dipupuk — sehari-dua hari, sebulan-dua bulan, setahun-dua tahun, atau bahkan puluhan tahun — maka mereka tak hanya membeli produk Anda, tapi juga loyal, dan bahkan menjadi advocator/evangelist produk Anda.
Hari ini saya akan mulai membahas prinsip yang pertama: “Love Is Giving”.
Reason for Being
Giving saya tempatkan sebagai prinsip pertama dari konsep ini karena ini merupakan “sumber hidup” keberadaan kita di Twitter. Setiap twit kita haruslah dilandasi oleh spirit untuk memberi.
“Giving is your REASON FOR BEING”
“Giving is your FUNDAMENTAL purpose”
“Giving is the HEART of Tweeting”
“Reason for being” adalah sebuah ungkapan yang begitu dalam maknanya: “alasan kita ada“. “alasan kita hidup”. “alasan eksistensi kita”. “tujuan paling mendasar kita”. Artinya, ketika kita menempatkan “giving” sebagai “reason for being” kita di Twitter, maka tujuan mendasar kita ngetwit dan hadir di Twitterland adalah untuk memberi. Memberi ke siapa? Memberi kepada customers kita di jagad Twitter. Mereka bisa follower kita, orang yang kita follow, influencer, tweeps yang terkait dengan produk Anda, teman-teman kita.
Ketika Anda membuka akun Twitter dan siap ngetwit untuk pertama kali, singkirkan jauh-jauh keinginan egois untuk mendapatakan ini dan itu: mendapat jutaan follower seperti Lady Gaga atau Ashton Kutcher; mendapatkan ketenaran dan kemasyuran seperti para twitcelebrity; mendapatkan evangelists yang menyanjung dan merekomendasikan produk Anda. Hilangkan itu semua, dan mulailah dengan satu pertanyaan yang sederhana tapi dalam maknanya, yaitu: “apa yang bisa saya berikan dari twit saya hari ini?” Lakukan itu tanpa pamrih, dengan satu spirit, yaitu: memberi.
Ingat!
Tweeting is not about TAKING, it’s about GIVING.
It must be your MINDSET… your BELIEF of tweeting.
Content is King!
Kalau di katakan bahwa “Tweeting is giving”, pertanyaannya kemudian adalah: apa yang harus kita berikan? Memberi konten. Konten apa saja, bisa tips praktis yang memudahkan pekerjaan; quote yang mencerahkan; artikel yang berisi data dan informasi penting; chat yang menyejukkan; gambar dan video yang bikin otak enteng; games yang menghibur; podcast yang menginspirasi; webinar yang kaya pengetahuan; kopdar yang mengharukan, dsb-dsb.
Itulah sebabnya saya sering mengatakan bahwa “cornerstone of Twitter marketing is content marketing”. Yaitu bagaimana Anda piawai mencari, memproduksi, dan membagikan konten-konten yang dibutuhkan oleh para follower Anda.
Pertanyaan selanjutnya: Konten seperti apa yang harus kita berikan ke konsumen? Anda harus memberikan konten-konten yang dibutuhkan oleh konsumen Anda. Itu sebabnya langkah pertama Anda membangun strategi pemasaran di Twitter adalah mengetahui needs dari konsumen tersebut. Berdasarkan needs tersebut maka Anda bisa membuat konten-konten yang pas dengan needs tersebut.
Ambil contoh gampang saya. Kini saya punya hampir 6 ribu follower. Setelah sekian lama berinteraksi di jagad Twitter, para followers tersebut akhirnya membentuk sebuah komunitas pembelajar di bidang pemasaran. Alasan mereka mem-follow saya adalah untuk mendapatkan update, tips, sharing, informasi, pengetahuan, dan networking di bidang pemasaran. Karena tahu kebutuhan mereka, maka setiap saat saya harus bisa memproduksi konten-konten yang mereka butuhkan.
Habis membaca buku baru tentang pemasaran misalnya, saya langsung bikin resensinya kemudian saya share ke followers saya. Hampir tiap malam saya berselancar di internet untuk berburu artikel-artikel pemasaran terbaru, dan begitu menemukan artikel bagus mengenai branding misalnya, maka serta-merta saya bikin link-nya di twit saya. Begitu juga saat artikel ini selesai saya tulis, maka kemudian saya taruh di blog www.yuswohady.com lalu saya bikin link untuk di-share di Twitterland. Itu semua saya lakukan setiap hari tanpa kenal capek atau bosan karena didorong oleh satu spirit: spirit of giving.
Giving.. Giving.. Giving!!!
Seorang pakar psikologi perkawinan pernah mengatakan, “You CAN give without loving, but you CAN’T love without giving.” Karena itu sang psikolog selalu menganjurkan kepada setiap pasangan untuk: “giving, giving, giving...” tanpa pamrih, agar perkawinan mereka langgeng dan terus bertabur cinta.
Prinsip yang sama berlaku dalam Twitter marketing. Kepada para follower dan konsumen Anda di Twitter, Anda harus: giving, giving, giving. Tunjukkan cinta Anda kepada follower dengan giving, giving, giving. “The more you GIVE; the more you GET”. Semakin banyak Anda memberi konten kepada konsumen Anda di jagad Twitter; semakin banyak pula Anda dapat dari mereka. Dapat apa? Dapat CINTA.
Giving leads to love”.
4 comments
Nyambung Law #1 ini, ada contoh-contoh kasus marketing menarik… terkait dengan random act of kindness, kalau yg tertarik bisa langsung klik ke http://trendwatching.com/briefing/
salah contoh yg menarik adalah bagaimana Biotherm UK (L’Oreal Group) mengirimi sample kosmetik untuk yg mengetwit lagi cape.. atau bosen..
[…] Seperti telah saya uraikan sebelumnya, konsep ini mengandung 8 prinsip cinta yaitu: memberi (giving), ngobrol (conversation), mendengar (listening), berbagi (sharing), peduli (caring), empati […]
[…] Seperti telah saya uraikan sebelumnya, konsep ini mengandung 8 prinsip cinta yaitu: memberi (giving), ngobrol (conversation), mendengar (listening), berbagi (sharing), peduli (caring), empati […]
[…] bagi kita umat manusia. Ketika hubungan kita Twitterland dilandasi prinsip-prinsip saling memberi (giving) tidak selfish; mau saling mendengarkan (listening); intensif ngobrol dan bercurhat-curhatan […]