Selama berturut-turut dalam dua minggu terakhir saya sudah menjelaskan fenomena munculnya Consumer 3000 seiring dengan tembusnya GDP/kapita kita ke level “angka keramat” $3000 tahun depan. Kalau pada minggu-minggu sebelumnya saya lebih banyak menjelaskan latar belakang dan tren yang bakal muncul akibat adanya fenomena tersebut, maka kini giliran saya meninjau apa saja implikasi dan PR besar yang harus dikerjakan para marketer. Ingat, kecepatan marketers dalam mengendus dan merespons setiap perubahan yang terjadi akibat merebaknya Consumer 3000 akan menentukan sukses-gagal mereka di pasar.
Sudah sedikit saya singgung di tulisan sebelumnya bahwa driver utama lahirnya Consumer 3000 mencakup dua aspek. Pertama, meningkatnya pendidikan konsumen yang menjadikan mereka lebih modern, knowledgable, civilized, technology savvy, berwawasan global, health-conscious, bahkan environmentally-concern. Thanks to the internet! Dengan bekal ini semua, maka Consumer 3000 menjadi semakin cerdas dan knowledgable dalam memilih dan mengambil keputusan pembelian.
Mereka membeli produk setelah tahu betul keadaan produk yang dibelinya. Dengan teliti mereka melakukan survei mengenai kualitas suatu produk sebelum ia melakukan pembelian. Mereka semakin membandingkan produk yang akan dibelinya dengan produk-produk sejenis untuk mengetahui mana di antara produk tersebut yang paling menguntungkan. Consumer 3000 semakin suka mencari rekomendasi dan referal dari sesama konsumen (via Google, blog, Facebook, atau Twitter) agar mendapatkan keputusan yang tepat dalam membeli suatu produk. Ingat, Consumer 3000 adalah “hyper-value consumers”.
Aspek kedua adalah meningkatnya daya beli (buying power) yang memungkinkan mereka membeli barang-barang yang lebih advance seperti seperti lemari es, TV flat, telepon seluler, mobil, tiket pesawat, paket-paket liburan, kartu kredit, dan asuransi, dan sebagainya. Daya beli yang meningkat pesat telah memicu terjadinya “democratization of consumption” dimana semakin banyak produk-produk yang terjangkau oleh kantong kita. Terdongkraknya daya beli juga memunculkan produk-produk “mass luxury”; yaitu barang “mewah” yang kini bisa dimiliki oleh orang kebanyakan, nggak mesti harus orang kaya-raya. Kini makin banyak orang punya Alphard, apartemen, kartu kredit gold/platinum,
Meningkatnya daya beli dan pendidikan konsumen di atas merupakan kekuatan perubahan besar pada konsumen kita. Perubahan ini bersifat struktural-fundamental tak hanya sebatas mereka mampu membeli dan mengonsumsi lebih banyak produk dan layanan yang ditawarkan, tapi lebih jauh lagi juga merubah cara pandang hidup, nilai-nilai (values) yang dipegang dan diyakini, gaya hidup (lifestyle), dan tentu perilaku (behavior) sehari-hari, termasuk perilaku dalam membeli dan mengonsumsi.
Perubahan-perubahan besar yang mengiringi munculnya Consumer 3000 menuntut marketer untuk meredefinisi pendekatan, strategi, dan taktik pemasaran. Dalam konteks ini saya melihat Consumer 3000 akan menjadi target market yang sangat lukratif dan kemampuan si marketer memahami nilai-nilai dan perilaku dari segmen ini akan menentukan keberhasilan mereka menargetnya. Melalui segmentasi yang tepat kita mampu memahami karakteristik dan perilaku dan Consumer 3000 ini, bagaimana kira-kira format segmentasi generik untuk konsumen jenis baru ini?
Bagan 1 memberikan gambaran mengenai perubahan segmentasi lama (demografi) ke baru (psikografi) dengan adanya Consumer 3000. Secara demografi segmentasi secara sederhana hanya dibagi menjadi segmen kelas atas (upper), menengah (middle), dan bawah (lower). Sementara secara psikografi segmen dibagi menjadi “brand-minded consumer” di segmen atas, value consumer di segmen tengah, dan price-minded consumer di segmen bawah. Yang pertama adalah segmen yang semata-mata melihat brand saat memutuskan pembelian; segmen kedua melihat value (benefit yang didapat dan harga yang dibayar); sementara segmen ketiga hanya melihat harga.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa dengan meningkatnya pendidikan (more civilized, more knowledgable, more modern) sebagian konsumen yang brand-minded (segmen atas) akan semakin value-oriented (seperti ditujukkan arah panah ke bawah). Mereka semakin cerdas dan rasional dalam memilih produk, tidak membabi-buta melulu melihat brand. Di sisi lain, dengan naiknya daya beli, sebagian konsumen yang price-minded (segmen bawah) akan semakin “naik kelas” (seperti ditunjukkan arah panah ke atas) dan tak lagi membabi-buta melulu melihat harga. Dua kecenderungan ini akan menghasilkan segmen value consumer (segmen tengah) menjadi membesar. Inilah “hot segments” yang sangat menarik ditembak oleh marketers.
Bagaiman elemen dari value consumer ini? Bagan 2 menggambarkan bahwa value consumer ini terbagi lagi menjadi sub-segments yang semakin mempertajam pengetahuan kita mengenai segmen mana yang seharusnya ditarget. Seperti terlihat pada bagan, saya membagi value consumer ini menjadi tiga sug-segment yaitu: “reasonable value consumer” (di sub-segmen atas); “critical value consumer” (di sub-segment tengah) dan “functional value consumer” (di sub-segment bawah).
Reasonable value consumer adalah konsumen yang awalnya adalah brand-minded consumer, tapi karena sudah semakin educated dan knowledgable menjadi semakin cerdas dan rasional (“reasonable”) dalam memutuskan pembelian. Mereka memang masih melihat brand hebat, tetapi tetap kritis melihat apakah brand tersebut memberikan value yang “reasonable” baginya. Karena makin cerdas, mereka tak lagi “snob” seperti dulu. Untuk ilustrasi, konsumen jenis ini akan memilih “reasonable brand” seperti J.Co (yang lebih murah) untuk tempat nongkrong, ketimbang memilih brand hebat Starbuck yang jauh lebih mahal. Itu sebabnya, segmen ini saya beri nama “J.Co Lover”.
Critical value consumer adalah segmen yang sangat kritis (“critical”) dalam menimbang-nimbang value (berapa benefit yang didapat dan berapa harga yang harus dibayar) yang mereka dapat. Secara umum, konsumen jenis ini adalah konsumen yang sangat cerdas, menginginkan benefit sebanyak mungkin dan harga semurah mungkin. Karena sangat cerdas dan sangat demanding, maka tentu saja tak mudah melayani konsumen jenis ini.
Sementara “functional value consumer” adalah konsumen yang mementingkan fungsi (functional benefit) yang memadai dengan harga yang terjangkau. Mereka tak begitu peduli dengan brand hebat. Konsumen jenis ini awalnya adalah price-minded consumer, tapi seiring dengan naiknya daya beli, mereka mulai naik kelas memburu produk-produk yang menawarkan fungsionalitas baik, tidak asal murah. Kalau disuruh memilih Nexian atau Blackberry, maka konsumen jenis ini akan memilih Nexian yang memiliki fitur dan fungsi yang setara dengan Blackberry tapi dengan harga yang jauh lebih murah. Untuk mudahnya segmen ini saya beri nama”Nexian Hunter”.
Lalu mana segmen paling menarik yang harus Anda bidik? Rule of tumb-nya adalah: “J.Co Lover” dan “Nexian Hunter” bakal menjadi segmen paling hot karena potensinya luar biasa. Critical value consumer memiliki potensi tinggi, namun Anda setengah mati melayaninya, karena mereka very high demanding. Brand-minded segment memiliki profitability tinggi tapi tak semua brand punya kemewahan untuk bisa masuk. Sementara terakhir price-minded segment paling tidak menarik karena jumlah konsumennya banyak, dan minta harga murah semua. Singkatnya untuk melayani segmen ini Anda akan banyak kerja tapi sedikit profit. Mana segmen yang mau Anda bidik? ***
8 comments
inspiring
Sangat mengispirasi pak, terimakasih.
Semakin banyak belajar nih pak, salam sukses.
Mantabh analisanya mas Siwo..
kalau dikaitkan dengan awal tahun ini ada cabe merah yang melonjak, berpengaruh ngga mas?
Gayus apakah salah satu “consumer 3000” mas?
Gayus masuk Consumer 3000, tapi yang kebablasan… hehehe
[…] global maupun lokal) dalam merespons consumer 3000. Saya membagi berbagai strategi tersebut menurut tiga target segmen yang saya prediksikan bakal paling atraktif yaitu: functional value consumers (di segmen bawah), […]
[…] adalah terhubung satu sama lain (connected). Dua ciri yang lain adalah, mereka berdaya beli tinggi (high buying power) dan berpengetahuan […]
[…] adalah terhubung satu sama lain (connected). Dua ciri yang lain adalah, mereka berdaya beli tinggi (high buying power) dan berpengetahuan […]
[…] adalah terhubung satu sama lain (connected). Dua ciri yang lain adalah, mereka berdaya beli tinggi (high buying power) dan berpengetahuan (knowledgable). Mereka bisa terhubung satu sama lain dan gampang berkomunitas […]