Minggu lalu (27/11) saya diundang SmartFM untuk menjadi pembicara dalam sebuah seminar Economic Outlook and Business Strategy 2011. Bersama beberapa pembicara lain, antara lain, ibu Aviliani, kami membahas perubahan lanskap bisnis tahun depan. Blessing in disguise, berkat seminar itu seminggu sebelumnya saya kurang tidur karena “keranjingan” menelusuri data demi data untuk bahan presentasi saya. Kenapa keranjingan? Karena saya mendapatkan sebuah temuan yang sangat menarik yang kemudian memacu andrenalin saya untuk menelusurinya.
Temuan menarik tersebut adalah kenyataan bahwa tahun depan (2011) untuk pertama kalinya GDP/kapita (nominal) Indonesia bakal menembus angka US$3000. Saya periksa data IMF (International Monetary Fund) tahun ini diprediksikan GDP/kapita kita sebesar $2.963 dan tahun depan mencapai $3270. Sadarlah, kini kita sudah tidak lagi negara berkembang. Dengan jumlah penduduk 240 juta, Indonesia adalah negara besar dengan kekuatan ekonomi yang bakal sejajar dengan negara-negara besar lain seperti Cina, India, Brasil, atau Rusia.
Presentasi Powerpoint: Marketing 3000; link ke Slideshare:
Apa istimewanya angka GDP/kapita $3000? Menilik pengalaman negara lain, $3000 adalah angka batas (treshold) suatu negara yang akan masuk dalam jajaran negara maju. Ambil contoh Korea Selatan. Begitu Korea Selatan mencapai level angka GDP/kapita $3000, negara ini mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat (accelerated development) secara terus-menerus selama 11 tahun. Saking “kramat”-nya angka $3000 ini, Pemerintah Komunis Cina pada tahun 2002 pernah mencanangkan target GDP/kapita $3000 ini dicapai pada tahun 2020. Namun apa yang terjadi? Cina mampu menembus angka psikologis itu di tahuh 2008-2009, dan setelah itu menikmati akselerasi pertumbuhan yang sangat fenomenal.
Kenapa bisa begitu? Karena lapis masyarakat kelas menengah (middle class) dari negara yang GDP/kapita-nya menembus $3000 sudah begitu besar, sehingga kelompok ini menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi yang sangat powerful. Majalah Economist edisi 12 Februari 2009 mengenai tumbuhnya kelas menengah di negara-negara sedang tumbuh (emerging countries) mendefinisikan kelas menengah ini adalah mereka yang memiliki pendapatan “menganggur” (disposable income) 1/3 dari keseluruhan pendapatan.
Disposable income inilah yang mereka pakai untuk membeli produk dan layanan “advance” seperti mobil, AC, lemari es, TV flat, gadget terbaru, layanan perbankan dan asuransi, berwisata ke luar negeri (nggak hanya ke Bali), nongkrong di cafe, dan sebagainya. Kuatnya permintaan dari kelas menengah inilah yang berpotensi mendorong tumbuhnya industri yang terkait secara meluas, yang pada gilirannya menggerakan laju pertumbuhan perekonomian secara keseluruhan.
Mengacu ke konsep kebutuhan dan motivasi manusia dari Maslow, begitu suatu masyarakat menembus angka psikologis $3000, maka kebututhan dasar (basic needs) sudah lewat. Karena itu mereka mulai naik ke atas, masuk ke kebutuhan yang lebih advance seperti self-respect, status sosial, kebutuhan bersosialisasi, dan sebagainya. Itu sebabnya tak mengherankan jika Starbuck begitu sukses di negeri ini. Atau, McDonalds dan KFC sekarang sudah berubah model, bukan fast food lagi, tapi sudah menjadi kafe. Coba saja Anda datang ke McDonalds dan KFC yang 24 jam, pada pukul 12 malam, pasti ramainya minta ampun. Mereka tak sekedar makan, tapi kongkow-kongkow, ada yang kerja dengan laptopnya, ada juga yang melakukan business meeting.
Macetnya jalan di Jakarta dan kroditnya bandara (melebihi stasiun dan terminal) juga merupakan bukti sudah hadirnya kelas menengah dan konsumen dengan buying power tinggi di negeri ini. Kemacetan Jakarta tak lain adalah akibat dari begitu banyaknya konsumen yang sudah mampu beli mobil, tapi panjang jalannya tidak bertambah. Begitu juga, kroditnya bandara adalah akibat begitu banyak konsumen kita yang sudah mampu beli tiket pesawat, tapi tidak didukung bertambahnya ruang bandara.
Apa implikasi dari tembusnya GDP/kapita kita ke angka ambang $3000? Saya memprediksikan akan terjadi revolusi konsumen. Tembusnya ambang $3000 akan memunculkan “konsumen baru” dengan psikografi, sosiografi, dan perilaku yang berbeda dengan yang ada sebelumnya. Konsumen baru itu saya sebut: “Consumer 3000”.
Di samping memiliki buying power yang tinggi, Consumer 3000 juga more educated, more knowledgable, more civilized. Mereka lebih modern, memiliki global mindset (thanks to Internet!), mereka juga lebih technology savvy yang haus gadget seperti Galaxy Tab atau iPad. Secara natural dan pelan tapi pasti, mereka akan menjadi konsumen yang lebih health-conscious dan environmentally-concern.
Tapi ingat, karena mereka more educated dan more knowledgable, maka mereka akan lebih rasional dan sangat kritis dalam menentukan pembelian dan memilih barang-barang yang akan mereka konsumsi. Karena itu Consumer 3000 adalah jenis konsumen yang sangat value-oriented. Artinya, mereka sangat kritis menimbang-nimbang dan mengkaji value dari produk yang ditawarkan. Mereka tidak lagi melihat dunia barat (dengan teknologi, merek, gaya hidup-nya) secara “terpana” dan “wah”. Mereka memiliki global mindset tapi tidak membabi-buta dalam mengonsumsi merek-merek global; value tetap menjadi ukuran terpenting bagi mereka dalam memutuskan pembelian.
Dengan tembusnya $3000, maka konsumen jenis baru ini akan tumbuh dengan pesat dan akan mewarnai pembelian dan konsumsi produk dan layanan di berbagai industri. Karena itu setiap marketer di negeri ini harus cermat memantau perubahan perilaku konsumen baru ini, dan kemudian meresponnya dengan strategi-strategi pemasaran yang relevan.
Transisi dari kondisi lama ke baru selalu diikuti dengan kondisi chaotic sebelum transisi tersebut mencapai keseimbangan baru. Karena itu, saya meramalkan kemunculan Consumer 3000 ini di Indonesia akan memicu munculnya “gempa tektonik” dalam jagat pemasaran di Indonesia. Dan dalam setiap keadaan yang tidak menentu selama “gempa tektonik” tersebut pasti terdapat banyak peluang (sekaligus ancaman) yang bisa dipetik oleh marketer. Siapa jeli, pasti dia dapat. “Welcome Consumer 3000”. *
71 comments
[…] era Consumer 3000 (#c3000, era revolusi kelas menegah Indonesia) saya meramalkan Indonesia akan mengalami […]
[…] bukber. Di tangan kaum kelas menengah urban (yup, consumer 3000) ia telah tersulap menjadi sebuah ritual yang cool, awesome, dan keren abis. Di tangan consumer […]
[…] bukber. Di tangan kaum kelas menengah urban (yup, consumer 3000) ia telah tersulap menjadi sebuah ritual yang cool, awesome, dan keren abis. Di tangan consumer […]
[…] yuswohady Salah satu ciri tipikal kelas menengah Indonesia (consumer 3000) adalah bahwa mereka masuk menjadi anggota kelas menengah setelah melalui perjuangan heroik […]
Menurut Bapak apa sih makna mitos dan ideologi dalam iklan khususnya yang dikontstruksi oleh produsen sebagai pengiklan? Hasyim di Makassar yang sedang meneliti disertasi tentang iklan TV. Mohon komentarnya sebagai masukan penelitian saya.
[…] baru) yang muncul menyusul terjadinya dua revolusi: (1) revolusi konsumen kelas menengah, yes Consumer 3000. (2) revolusi media […]
kmarin udah nemu bukunya diGramedia dan membacanya…mantap sekali uraiannya membuka mindset baru
[…] berubah. Lebih setahun lalu, untuk pertama kalinya GDP perkapita Indonesia menembus ambang batas $3000, itu artinya kita merayap menjadi negara maju. Kelas menengah (middle-class consumers) kita cukup […]
Info yang luar biasa. Terimakasih bapak Hadi.
[…] perekonomian nasional di tahun 2013 dan tahun-tahun berikutnya. Salah satunya adalah pertumbuhan konsumen kelas menengah yang menjadi pilar kekuatan pasar […]
Luar biasa penemuannya Bpk Yuswo , sangat bermanfaat terimakasih
[…] perekonomian nasional di tahun 2013 dan tahun-tahun berikutnya. Salah satunya adalah pertumbuhan konsumen kelas menengah yang menjadi pilar kekuatan pasar […]
terima kasih mas telah upload slide presentasinya. bagus buat bahan pembelajaran teman-teman.
Sangat memotifasi dan sangat bermanfaat. terimakasih bapak infonya 🙂
Artikel yang beda. mantap
Appreciate it for helping out, great information. kcggeedgagfc
[…] yang menjadi lebih kritis, membutuhkan kelas, dan sangat terdidik. Seperti yang dikatakan dalam blog Yuswohady, kini McD dan KFC tidak lagi menyajikan konsep fastfood secara keseluruhan, tetapi mereka telah […]
[…] 2010 saat saya mengintroduksi terminologi Consumer 3000, saya sudah mengatakan bahwa salah satu ciri dari konsumen gaya baru Indonesia ini adalah terhubung […]
wah.. kesempatan untuk para pengusaha kecil untuk meningkatkan produksinya.. untuk menambah kesejahteraannya
[…] pada konsumen itu, menurut Yuswohady, Direktur Centerfor Middle Class Consumer, merupakan fenomenaConsumer 3000(C3000), yaitu tumbuhnya konsumen kelas menengah baru. Terminologi C3000 diambil dari ambang batas […]
[…] Posting studi kasus pemasaran kali ini terinspirasi oleh tulisan mas Yuswohady mengenai Consumer 3000. Istilah Consumer 3000 ditujukan untuk pertumbuhan segmen kelas menengah, saat suatu negara mencapai angka Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar $3000. Angka ini menjadi penting karena banyak negara yang setelah mencapai angka PDB tersebut, menunjukkan lonjakan pertumbuhan yang makin tinggi. Angka tersebut menjadi titik lepas landas suatu negara dalam proses transformasi dari negara berkembang menjadi negara maju. Di Indonesia, diperkirakan titik ini akan mampu dicapai pada tahun 2011. Penjelasan selengkapnya mengenai fenomena Consumer 3000 bisa dibaca di blog Yuswohady: http://www.yuswohady.com/2010/12/04/consumer-3000/. […]