Harry Potter main lagi. Kali ini sekuel yang ke-7: Harry Potter and the Deathly Hallows. Karena merupakan penutup, film pamungkas ini dibikin dalam dua bagian. Hasilnya, kita semua penasaran, heboh pun terjadi di mana-mana. Inilah tradisi Harry Potter, buzz “digoreng-goreng” — di blog-blog, di milis-milis, di forum-forum, di Twitter, di Facebook — dan layaknya virus, kehebohan ditebar di mana-mana. Dan yang terpenting, kehebohan itu menghasilkan triliunan perak bagi si empunya film.
Percakapan di bawah ini saya kutip dari forum milis www.harrypotterindonesia.com tertanggal 28 Agustus 2009. Atau lebih dari setahun yang lalu:
Adegan apa yang paling seru di film ke 7 nanti?
Pengen liat adegan The Trio sama Griphook membobol Gringotts
Lalu terbang naek naga… Dan tentu saja, The Battle of Hogwarts
Trus karena rumornya William Arthur Weasley sudah ada pemerannya, maka kita mungkin akan melihat acara pernikahan. Cuman, karena di Pangeran Berdarah Gado-gado 🙂 the Burrow sudah jadi abu, gimana ya visualisasinya?
Bahkan sejak lebih dari setahun lalu para fans Harry Potter sudah mempergunjingkan film ini. Kehadiran media sosial (social media) seperti milis, blog, Twitter, Facebook menjadikan viral Harry Potter merambat demikian cepat, sehingga dalam waktu singkat promosi murah dari mulut ke mulut (word of mouth) menyebar begitu cepat bak wabah kolera. Tak heran jika pas film ini premiere, barisan fans pun mengular di gedung-gedung bioskop seperti kita saksikan 2 minggu lalu.
Itu artinya, tanpa sadar Harry Potter telah menciptakan dan menggerakkan para ”EVANGELIST” untuk mempromosikannya. Customer evangelist tak lain adalah pelanggan yang dengan sukarela ”memberitakan kabar baik” dan mempromosikan produk ke pelanggan yang lain. Mereka memberikan referal dan rekomendasi produk ke pelanggan yang lain. Satu hal perlu Anda ingat: referal dan rekomendasi memiliki kekuatan menjual SERIBU bahkan SEJUTA KALI lebih hebat dibanding ocehan salesman.
Referral is Your Currency
Inilah kadahsyatan hakiki pemasaran horisontal, yaitu ketika pelanggan bisa Anda dayagunakan menjadi ”jaringan salesman” fanatik yang dengan sukarela menjual dan mempromosikan produk Anda. Ciptakan ”club of evangelist” dan bangunlah kekuatan yang maha dahsyat dengan menjadikan pelanggan sebagai ”salesman” yang jujur, orisinil, natural, dan objektif dalam mempengaruhi konsumen lain.
Jadi dalam pemasaran horisontal tugas Anda sesungguhnya cuma ada dua:
#1: Build your ”club of evangelists”
#2: Drive them to be your voluntary salesmen.
Robert T Kiyosaki pernah mengatakan: ”Janganlah Anda bekerja keras membanting tulang untung mencari uang, tapi uanglah yang harus Anda suruh bekerja keras untuk Anda”. Mengacu ke Kiyosaki, saya pun mengatakan: ”Janganlah Anda bekerja keras membanting tulang untuk mencari pelanggan, tapi PELANGGAN lah yang harus bekerja keras untuk Anda.
Pemasaran yang cerdas bukanlah Anda susah payah menjangkaui 90% konsumen Anda dengan ”ngebom” pakai TVC, iklan di koran-koran besar, atau pasang Billboard di jalan-jalan protokol. Pemasaran yang cerdas adalah bagaimana menemukan 10% saja dari konsumen tersebut kemudian membentuknya menjadi ”club of evangelist”, dan menggerakkan mereka untuk mempengaruhi 90% konsumen yang lain. Inilah pemasaran cerdas di era media sosial. Tak hanya ampuh menggaet konsumen, tapi juga murah-meriah
Dalam pemasaran horisontal, referal dan rekomendasi merupakan penentu kesuksesan Anda.
Referral is a customer gift!!!
Referral is your key competitive advantage!!!
Referral is your currency of success!!!
Seberapa banyak Anda bisa mendorong pelanggan untuk memberikan referal ke pelanggan lain akan menentukan kemampuan Anda bersaing dan sukses di pasar.
C2C Revolution
Kalau Pelanggan mengambil alih peran sebagai salesman, maka pendekatan pemasaran yang Anda lakukan bukan lagi pendekatan pemasaran tradisional. Pendekatan pemasaran Anda bergeser dari VERTIKAL (yaitu dari ”producer to customers”) menjadi HORISONTAL (yaitu dari ”customer to customer”). Itu sebabnya saya katakan era horisontal marketing adalah ”era customer to customer (C2C) marketing”. Dan kemudian saya sebut era Twitter dan Facebook adalah era “C2C revolution”
Dulu kekuatan C2C marketing tak ada artinya karena word-of-mouth dan referal tak bisa bebas menyebar dari satu konsumen ke konsumen lain karena si konsumen harus bertemu secara fisik. Tapi kini, ketika blog, milis, podcast, social networking, dan berbagai bentuk media sosial begitu dekat dengan keseharian kita, konsumen bisa berinteraksi dan kongko-kongko satu sama lain secara intens dengan mudah tanpa harus bertemu secara fisik.
Keberadaan media sosial inilah yang memungkinkan. word-of-mouth dan referal menjadi kekuatan pemasaran yang tak ada tandingannya. Seperti kasus Harry Potter di atas, melalui media baru tersebut word-of-mouth dan referal bisa menyebar begitu massif dan menjangkau jutaan konsumen dalam hitungan jam, menit, bahkan detik.
3 comments
”EVANGELIST” emang mempunyai kekuatan HEBAT, film Harry Potter terbantu oleh bukunya yg sudah laris manis. tapi bagaiamanakah caranya jika kita mempunyai produk/perusahaan baru untuk menciptakan ”EVANGELIST” itu? adkah tretment kshus bang?
matur nuwun 🙂
Kalau produk atau perusahaan baru mesti harus dirintis mas, dimulai dengan membentuk komunitas konsumen, pelan-pelan dibentuk komunitas tersebut dengan intensif melakukan engagement dengan mereka, pelan-pelan akan terbentuk emotional connection antara brand dengan konsumen. Biasanya evangelist mudah dibentuk dengan adanya komunitas ini mas. Memang membentuk evangelist itu butuh waktu, nggak bisa instan.
nah, cara membentuk klub evangelist itu gimana??
Evangelist tidak bisa diciptakan kalau brand dengan konsumen tak ada emotional relationship/connection mas; celakanya emotional connection yang intens hanya bisa diwujudkan kalau antar keduanya terjadi engagement dalam kurun waktu lama. Karena itu komunitas merupakan medium paling ampuh untuk membentuk evangelist mas.
Pondasi awal dari emotional relationship itu apa pak? Apa kita perlu beri insentif utk para evangelist? Atau memang sudah seharusnya free of charge? pls advise
Mestinya mereka tidak dibayar. Evangelism dan advocacy itu muncul karena ada “ikatan spiritual” antara mereka dengan brand. Jadi harusnya yang dibangun adalah ikatan spiritual ini. Karena adanya ikatan spiritual ini maka mereka dengan sukarela dan senang hati membela brand