Wanita adalah konsumen yang sangat value-oriented. Dia akan menghitung dengan sangat cermat seberapa dia bayar dan seberapa dia dapat. “They are highly value orientated and will pay to get exactly what they want”. Karena value-focused maka konsumen wanita selalu menginginkan mendapatkan benefit produk sebanyak mungkin di satu sisi; sementara di sisi lain mengeluarkan biaya sesedikit mungkin. Karena itu konsumen wanita paling hobi menawar. Karena sifat dasar ini, tak mengherankan jika ia sering dianggap sebagai konsumen yang price-conscious. Inilah sisi “rasional” dari konsumen wanita.
Wanita adalah juga smart customer. Ia membeli produk setelah tahu betul keadaan produk yang dibelinya. Dengan teliti ia melakukan survei mengenai kualitas suatu produk sebelum ia melakukan pembelian. Ia paling suka membandingkan produk yang akan dibelinya dengan produk-produk sejenis untuk mengetahui mana di antara produk tersebut yang paling menguntungkan baginya. Dan ia suka mencari rekomendasi dan referal dari sesama konsumen wanita lain agar mendapatkan keputusan yang tepat dalam membeli suatu produk.
Dengan berkembangnya teknologi internet dan social media, kini konsumen wanita memiliki kebiasaan baru melakukan searching di internet untuk mengumpulkan informasi produk-produk yang akan dibelinya. Konsumen wanita juga mulai suka berkomunitas di situs-situs jejaring sosial seperti Facebook atau Twitter untuk bisa berdiskusi dan mendapatkan rekomendasi mengenai produk-produk yang akan dibelinya. Dengan media-media baru ini maka mereka menjadi konsumen yang semakin knowledgable.
Karena dia memiliki kesibukan luar biasa dalam mengurus dirinya, mengurus anak dan keluarga, atau kalau ia bekerja, tentu saja mengatur pekerjaannya, sehingga ia tak punya banyak waktu luang. Karena itu konsumen wanita sangat menghargai convenience. Ia sangat menghargai produk-produk yang memungkinkannya menghemat waktu.
Kelley Murray Skoloda, penulis buku Too Busy to Shop: Marketing to “Multi-Minding” Women (2009) mengatakan bahwa wanita memiliki sifat “multi-minding” alias piawai dalam memikirkan banyak hal secara bersamaan. “It’s not just multitasking, but actually mentally juggling the many dimensions of life… everything from what they’re doing at work to what’s for dinner, the kids’ activity schedules, health-care decisions and taking care of parents or children who aren’t in school. They could be thinking about the flowers they’re going to have to pick up and plant this weekend or what has to happen at the house. There are a million iterations of what they’re thinking about,” simpulnya.
Karena kenyataan seperti itu, setiap wanita memerlukan produk-produk yang memberikan solusi untuk menyelesaikan masalahnya, mempermudah pekerjaannya dan menyederhanakan pikirannya. Mereka adalah convenience-seeker sekaligus solution-seeker. Temuan inilah yang melandasi MTG untuk selalu mendengar konsumennya, mengetahui problem-problem mereka, kemudian memberikan solusi yang menyelesaikan persoalan tersebut.
Ambil contoh Lipstik Dwi Warna yang meluncur saat Tanah Air dilanda krisis ekonomi yang begitu dalam. Dua dua varian warna dua persoalan bisa diselesaikan oleh produk ini secara baik. Pertama, penghematan di tengah daya beli yang merosot oleh dampak krisis. Kedua adalah kepraktisan, karena dengan dua warna dalam satu lipstik penggunaan lipstik ini menjadi lebih praktis dan simpel.
Twitter: @yuswohady
1 comment
Selamat siang pak, pak saya ingin menanyakan, melihat sisi rasional konsumen wanita yang bersifat “value-oriented” kemudian apa perbedaannya dengan pola belanja konsumen pria?apakah ini bertolak belakang dengan teori yang menyebutkan bahwa wanita merupakan “impulsive buyer”?mohon pencerahannya pak yuswo.
Trimakasih
Dua-duanya mas, dalam membeli wanita banyak menggunakan aspek emosional, tapi di sisi lain ia adalah konsumen yang value-oriented (gampangnya suka nawar) karena itu konsumen satu ini memang kompleks; makanya saya menulis di Womanology bahwa pasar wanita adalah pasar yang sangat kompleks tapi challenging. Marketer harus berpikir ekstra keras untuk menaklukkannya. Sebagai rule of tumb, ketika kita bisa menaklukkan sisi emosional konsumen wanita dan menjalin emotional relationship dengan mereka, maka semuanya akan menjadi lebih mudah.