Beberapa hari lalu (16/3), seorang rekan FB Cahyadi Tan menulis note berjudul: “Kelemahan iPhone 3G – Baca Dulu Sebelum Anda Memutuskan Untuk Membeli!“, berikut link-nya: Jeleknya iPhone 3G
Note itu dia tulis berdasarkan tulisan yang diposting temannya di FB juga, isinya mengenai kelemahan-kelemahan dasar iPhone 3G yang dilaunch di tanah air 20 Maret lalu (Diusung Telkomsel melalui bundling, kini billboard-nya ada di mana-mana, di seluruh penjuru Jakarta). Mas Cahyadi mengidentifikasi ada 15 item kelemahan iPhone 3G yang menurut saya sangat rinci berdasarkan survei kecil ke berbagai sumber. Saking banyaknya, komen saya terhadap note itu singkat saja: “waduh… banyak buanget bolong-bolongnya iPhone 3G”
Saya tak akan membahas 15 kelemahan iPhone di atas, yang ingin saya cermati adalah kenyataan bahwa word of mouth (WOM) melalui media sosial (yes… “CROWD“) menjalar bak wabah kolera tanpa bisa dikontrol oleh siapapun. Kalau WOM itu bagus tentu saja ok, tapi kalau WOM itu berdampak jelek ke brand, maka dampak kerugiannya bakal berlipat-lipat dan sulit dipadamkan.
Saya yakin mas Cahyadi (dan temannya), tidak dibayar oleh siapapun, dan dia menulis dengan ketajaman dan kejelian analisis, dengan dukungan riset yang mumpuni. Sayajuga yakin mas Cahyadi menullis tanpa pretensi apapun, itu tercermin di dalam tulisan. Sehingga tulisan itu menjadi sumber informasi yang kredibel, netral (nggak kayak iklan), dan jujur. INGAT: sekali omongan konsumen memiliki daya mempengaruhi seribu kali lebih hebat dari omongan salesman atau iklan.
Ada dua pelajaran yang saya dapat dari sini. Pertama, bahwa WOM (dalam hal ini “bad mouth”) sifatnya seperti “bola liar” yang sulit dikontrol oleh pemilik brand. Saya tidak tahu apakah pihak Telkomsel atau Apple tahu tulisan mas Cahyadi. Dan kalau tahu pun, mereka akan sulit mengontrol dampak negatifnya ke brand.
Kedua, brand tidak bisa bersembunyi di balik keindahan iklan atau kepiawaian komunikasi pemasaran. Karena konsumen expert seperti mas Cahyadi akan tahu “jeroan” isi brand tersebut. Artinya apa, TRANSPARANSI dan TRUST menjadi alat terpenting membangun brand, bukan keindahan iklan dan kepintaran salesman menghipnotis konsumen.
Horizontal marketing ternyata nggak gampang ya???….
5 comments
Kita ngomongin kejelekkan karena yang kita omongin itu secara general sebenarnya baik. Makanya kita cari2 jeleknya. Lihat Tukul, ga ada yang jelek2in dia karena memang sudah jelek. Jadi ga ada yang bisa memberikan kepuasan secara utuh kepada pelanggan. Apapun brand kita.
Tapi pelajaran yang dipetik sama dengan apa yang disampaikan Mas Siwo. WOM ga ada yg bisa kontrol apalagi batasin, dia jalan dengan sendirinya, karena kadang juga WOM menyampaikan yang negatif. Kalo aku lebih lihatnya sebaliknya, justru kadang WOM itu sendiri yang akan mengontrol kualitas produk dan service dari sebuah brand. Kalo ada pelanggan yang banyak seperti Mas Cahyadi, taruhan entar pasti akan ada perbaikan di produk berikutnya. Minimal nutupin kelemahan sebelumnya. Justru itulah customer intelligence sebuah brand.
Pelajaran kedua, kepercayaan. Building brand itu sama sulitnya dengan building trust. Maka kadang marketer mengabaikan hal ini, lebih baik kulitnya dipercaya bagus daripada capek2 nunjukin kekurangannya. Ga ada yang mau kelihatan ga sempurna to, Mas. So, bagi marketer yg seperti ini, pesen saya, KEMBALILAH KE JALAN YANG BENAR!
Horizontal bagi saya gampang aja kok, kuncinya kita memulai dengan baik, so yakinlah bahwa kita akan mengakhirinya juga dengan baik. Matur nuwun, Mas.
Itulah benefit dari adanya media sosial semacam Facebook…Ia menjadi wahana para customer untuk melakukan kontrol sosial atas produk yang seringkali ditimpali kebohongan…Para marketer kini tak dapat mencegah geliat WOM yang semakin cepat, menjalar ke seluruh lapisan masyarakat..karenanya, kejujuran akan suatu produk adalah harga mati…
Salam kenal Mas, dari kami para pemula di bidang marketing..kalo ada waktu berkunjunglah ke blog kami…makasih mas.hehehe
mas yuswo, saya mau tanya nih. kalo di jaringan pemasaran, sepanjang jaringan itu apakah whole saler, agen, sampai retail bisa melakukan horisontal marketing. Maksud saya, tanpa diminta oleh produsen, bila mereka melakukan horinsontal marketing efeknya bagaimana ? Lebih besar mana jika dilakukan oleh produsen atau pihak2 yg berada di sepanjang jalur pemasaran..thanks mas !
mesti harus co-marketing acitivities antara principal dan channel mas, maksudnya, apayang dilakukan channel haruslah align dgn kepentingan principal nggak boleh sendiri2 palagi bertentangan.
nyambung lagi mas yuswo. Dalam jaringan kan ada grosir dan retail. nah mereka ini kan jumlahnya gede tuh mas, dibandingkan dengang jumlah produsen. Terus jenis barangnya juga banyak. Nah kalo untuk mereka ini, seperti yg anda sarankan, facilitating, dan 9 manifesto anda lainnya, apa iya harus nunggu principal. kalo tak pikir kok kelamaan ya mas. Nah ada gak mas cara sederhana supaya mereka (termasuk saya nih 🙂 bisa melakukan secara sederhana 10 manifesto itu..thks mas.