439
Temen-temen IMA Jakarta dan peserta diskusi buku CROWD: “Marketing Becomes Horizontal” di Kampus LPPM, hari tanggal 3 Feb 2009, berikut ini materi presentasi saya, silahkan kalau mau download. Tidak bayar alias gratis…tis…tis… hehehe.
16 comments
Mas Yus, semalam(3/2/09) aku mau bertanya di seminar mu tapi waktunya ga ada….
opo dadine le’ nanti semua pada sadar tentang crowdsourcing,..karena begini mas, saat ini kan jelas benchmarking atau comparison linux itu mcrosoft, indie label itu major label…poko’e me itu akan kalah sama we kan? le’ semua nantinya masuk ke C2C..gaya Kompetisine koyo opo yo?
Suwun mas =)
Mas Siwo…aku meh tekon wingi (konsultasi ding) hihihi…, majalah kita South Jakarta Magazine itu sebenernya ingin menciptakan “hype” / crowd dengan cara para anggota komunitas berkontribusi langsung atau sharing sesama anggota komunitasnya, nah redaksi nantinya proses editingnya saja. menurtmu apakah lebih powerfull kita harus bikin versi online jg jadi memenuhi C kuadratnya itu? Mas Siwo dirimu berbeda ketika berbicara di depan forum 10 thn lalu dengan sekarang…koyo duwe ilmu sihir awakmu !! biasane aku nek melu seminar angop angop trs alias ngantuk hehehe…sukses yo Mas Bukumu dahsyat memberi inspirasi! nanti klo semua perusahan terilhami oleh bukumu majalahku kan yo soyo payu, mereka do pasang iklan krn kita kan basisnya komunitas (C) hehehe..:P all the best Mas Siwo!! 🙂
cheers,
GungNug
Aku yakin seyakin yakinnya nggak akan terjadi orang akan masuk ke C2C semua, mungkin nggak akan ideal 99% : 1%, tapi at least 80% : 20% hukum pareto. Jadi yang 20% memang akan smart memanfaatkan peluang C2C, tapi pasti sebagian besar yang lain (80%) akan pasif. Itu sudah seperti hukum alam. Aku sebut yang 20% ini sebagai horizontal entrepreneur. Masalahnya kita ini mau masuk yang 20% atau yang 80%. Semoga kita masuk di yang 20%.
Saya juga semalam mau nanya pak.
Masalahnya begini pak, tingkat penggunaan internet di Indonesia belum semudah di USA sehingga masyarakat sangat aware terhadap internet. Masalahnya di Indonesia, untuk menggunakan web 2.0 tools hanya dapat berlaku di wilayah yang penggunaan akses internetnya sudah memadai. Bagi yang didaerah, hanya beberapa saja yang dapat menikmati internet. Biasanya anak-anak muda.. belum sampai ke orang dewasa seperti di kota-kota besar. Hal ini menjadikan pemasaran ke grassroot menggunakan E=wMC2 tidak berjalan seefektif di daerah maju.
Saya ambil contoh menarik terjadi pada pemilihan bupati di daerah terpencil di sumatra. Salah seorang calon menggunakan internet. Namun yang mengakses umumnya beberapa anak muda di daerah tersebut yang belum aware terhadap politik. Dan sisanya beberapa orang dewasa yang ada di Kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya namun tidak memiliki hak suara di daerah pemilhan tersebut.
Hal ini menjadikannya lucu..
Contoh lain…
Karena web 2.0 tools ini di Indonesia segmentnya masih belum mencapai keseluruh segment. Jadi untuk produk-produk yang mid-low belum dapat seefektif menggunakan web 2.0 tools tersebut.
Saya hanya berharap, semoga masyarakat Indonesia mulai aware dengan penggunaan web 2.0 tools ini sehingga pemasaran menjadi sangat efektif.
Btw, sayang nih materi seminarnya bukan format PPT.
jadi ga bisa nonton nonton deh.. hehe..
Kalau memang target market kita bukanlah segmen yang melek internet, tentu saja susah mas. Artinya horizontal marketing yang diterapkan lebih di offline, dengan membangun komunitas grass root. Dan kalau begitu memang kita sudah nggak memakai web 2.0 tools. Kalau offline tentu saja effot yang dilakukan akan lebih banyak memakan resource terutama waktu. Tapi prinsip dari horizontal marketingnya sama, yaitu bangun komunitas target market, lalu gunakan evangelist customer untuk memasarkan produk kita mulalui community activation program. Kuncinya adalah pemahaman terhadap kondisi target market dan kreativitas dalam menjalankan community activation program.
@mas Agung, aku pikir perlu community activation secara online, apalagi target audience pembacamu mestinya melek online. Keunggulannya activation secara online adalah convenience: mudah, efisien, dan low cost. Cuma kuncinya adalah mas Agung harus tahu apa interest dan needs mereka, setelah tahu itu, baru majalah mas Agung memainkan peran fasilitasi. Bukan jualan (apalagi hard sell) tapi fasilitasi.
Met Malam Mas, mohon waktu ketemuan bisa? Saya yang ditulis di buku CROWD. Walah malah baru tahu saya, di bab tersendiri hehe.
Eh, Mas Jalansutra juga ciptain “bahasa tersendiri” untuk lebih getting engagement lho. Contoh BYKS: Benerin Ya Kalau Salah, terjemahan asal dari CMIIW: Correct Me if Im Wrong. Ini ide dari Kang Irvan, mods JS juga. Banyak lagi sih. Mengkulinerkan Masyarakat, Memasyaratkan Kuliner. Nah, aku tahun ini pengen rubah jadi JS: Fabrique KOOLiner van Indonesia:P Disebut pabrik karena kita jualan content: mo dibungkus apa saja, monggo terserah klien. Hehe. Ok, deh, terlalu panjang. Sekali jalan-jalan terus makan-makan, ya! kontak2 ke 0817168186, Mas..suwun!
Hi mas Wasis… wah sudah ditulis tapi belum tahu orangnya nih. Dengan senang hati kita ketemuan mas. Saya pengin belajar banyak dari mas Wasis nih. Kapan bisa? Kita atur waktunya ya… tx. Keep in touch
Dear Mas Siwo,
Thank you sudah mau sharing presentasi CROWD nya. Setelah baca presentasi tsb saya jadi semakin tahu betapa luar biasa efek horisontal marketing melalui “infrastruktur” yang sudah ada di jagad maya.
Saya jadi ingat campaign Cadbury, yang kemudian disebut Cadbury’s Gorilla, karena menampilkan Gorilla seolah olah sebagai Phil Collins yang sedang menggebuk drum. Tampilan yang diuplod di youtube di tonton banyak viewer dan membuat campaign cadbury tersebut sukses di Inggris…
Wah, kebalik nih, Mas. Saya yg pengen belajar banyak dari Mas Siwo.
Kalo minggu depan ada waktu kapan, Mas?
Oya, punten, FB Mas Siwo apa ya? FB saya wasisgunarto@gmail.com
Ya mas, enak ngobrol di FB, FB ku yuswohady@gmail.com. Mudah2an bisa mas nanti aku kabari ya. HP ku 0811995537
MAs Yus, saya salah satu peserta seminar “Marketing Becomes Horizontal”… saya mau tanya apakah web 2.0 berkaitan dengan telco 2.0? thanks a lot yahhh..
Cheers
Mas Siwo, tks banget dengan sharing-sharing nya. Buku CROWD sangat menarik mas, sebagai guidance. Next wave nya seperti nya materi-materi dalam hal implementation nya? How to Get Started ?
Perlu Lab, mas? Saya ada nih Lab nya…
Tx mas Budi, buku itu memang saya rancang untuk “introduction” mengingat banyak di Indonesia yang belum tahu apa itu web 2.0. Jadi memang buku itu masih kulit-kulitnya saja, tujuannya adalah awareness dan inspirasi, implementation tools-nya masih belum ada.
Makanya saya sekarang sedang bekerja untuk nyusun tools nya. Memang untuk itu saya perlu banyak mendengar, melihat, mengamati, dan mendiskusikan case-case social networking khususnya kasus lokal di Indonesia. Kalau mas Budi ada kasusnya menarik tuh, seneng sekali kalau bisa discuss. Kapan ketemuan mas?
Mas Farah, betul web 2.0 terkait dengan Telco 2.0. Biasanya istilah 2.0 (misalnya PR 2.0, Marketing 2.0, Business 2.0, dst) diberikan untuk seuatu bidang atau aktivitas yang mulai nengadopt web 2.0 enablers (tools). Jadi kalau ada istilah Telco 2.0 di dunia telekomunikasi, itu artinya bisa teknologi, infrastruktur, strategi (dan sebagainya) yang sudah mengadopt web 2.0 enabler atau sudah menggunakan paradigma web 2.0 dengan ciri-ciri interactivity, conversation (2-way communication), participation, engagement, many to many, etc.