Ide posting ini datang dari postingan mas Enda Nasution. Dalam posting-nya Mas Enda menampilkan data bahwa pengguna FB sudah mau menerobos angka 1 juta (total pengguna FB saat ini sekitar 160 juta). Dalam posting Mas Enda, per 27 Januari member FB sudah mencapai 968.481 mengungguli jumlah member dari Malaysia dan Singapura. (lihat grafik). Mungkin per hari ini sudah lewat tuh, karena saya cek di www.allfacebook.com data terakhir per 28 Januari sudah mencapai 980.307.
Dari postingan itu saya langsung nyambung aja. Saya mengamati bahwa bagaimana member FB berkembang itu mengikuti hukum [E = wMC2] dimana: E = energi marketing yang dahsyat; wM = word of mouth (mouse); C2 = Customer community: offline x online).
Sesuai hukum [E = wMC2], pertumbuhan member FB terjadi karena proses tipping point (baca: “wabah”) melalui promosi dari mulut ke mulut atau word of mouth. Word of mouth itu terjadi karena proses penyebaran FB dari member satu ke member berikutnya terjadi secara massif melalui medium komunitas. Di mana “salesman” utama dari proses situ adalah para “FB evangelist”.
Saya adalah salah satu “FB evangelist”, karena di manapun dan di kesempatan apapun saya selalu katakan: “Hai teman-temanku, bikinlah account FB!!!”. Minggu lalu misalnya, saya bicara di depan 600 orang peserta seminar buku “New Wave Marketing/CROWD” di Makassar. Di situ FB saya bedah habis-habisan; saya juga cerita bagaimana Obama bisa menang karena FB; atau bagaimana Ayat-Ayat Cinta bisa box office karena FB.
Saya yakin setidaknya setengah dari peserta itu mikir-mikir untuk bikin account FB. Karena menurut survei AC Nielsen, rekomendasi pelanggan kini menempati posisi pertama sebagai alat pemasaran yang paling ampuh mengalahkan TV, Radio, dan surat kabar. Kenapa? Karena menurut riset tersebut: “91% customers likely to buy on customer recommendation”.
Saya percaya proses penyebaran word of mouth di dalam komunitas memiliki kekuatan “network effect” mengikuti teori Group-Forming Network, dikenal sebagai “Reed’s Law” (ditemukan oleh Prof. David Reed dari MIT ). Mengacu ke teori ini saya memperkirakan pertumbuhan member FB ini akan melesat secara EKSPONENSIAL, mengikuti DERET UKUR seiring dengan bertambahnya member yang masuk. Uraian ditel mengenai Reed’s Law ini bisa dilihat di buku CROWD p. 104-118.
Artinya apa? Kalau jumlah member FB mampu menerobos angka 1 juta bulan ini, maka tidak sampai tahun depan mungkin jumlah member FB akan mencapai 10 juta; dan mungkin tak sampai dua tahun lagi jumlah member FB akan mencapai 100 juta. Tidak percaya? Kita tunggu aja…
Saya bayangkan dua tahun lagi member FB sudah mencapai 100 juta. Maka saya kira FB sudah layak dijadikan Republik, sebut saja: “REPUBLIK FACEBOOK”. Namanya Republik, tentu ada presidennya, ada menterinya, ada DPR-nya. Saya mau tuh ikutan maju jadi Capres.
Kalau jadi Capres “Republik Indonesia” mah saya nggak berani, takut sama Capres Wiranto, sama Capres Prabowo” soalnya tentara… hiiii seraaaam!!!!. Takut juga dikritik Mbak Mega main Yo-Yo!!!. Tapi kalau jadi Capres FB, siapa takuuuuut!!!
Di samping itu jadi “President Republik Facebook” pasti enak, nggak pusing, soalnya pasti nggak ada KORUPSI, nggak ada MUTILASI, nggak ada BANJIR, nggak ada MACET…
Adanya cuma satu: C I N T A
23 comments
Saya kira memang akan melesat; namun kalau sampe 100 juta agak berlebih. Di Amrika sendiri FB sudah stagnan….ada semacam social fatigue dikalangan para penggunanya.
Saat ini user FB per hari ini adalah 1.090.000; tumbuh sekitar 5 kali lipat dibanding tahun lalu. Kalau growt rate-nya tetap sama, saya kira maksimal akan berada di angka 5 juta (akhir tahun 2009).
Di Indonesia, user Frienster ada di angka 15 jutaan, itupun setelah booming selama tiga tahunan ; sejak tahun 2005-an. Dan pengguna mereka lebih fanatik dibanding FB; sebab para ABG. Namun toh mereka belum juga tembus angka 20 jt; apalagi 100 jt.
Excellent projection Rik. Memang tak akan 100 jt, akan jauh di bawah itu. Hanya saja aku melihatnya figure-nya akan lebih tinggi dari perkiraan Erik, karena setahun-dua tahun ke depan ini critical mass revolusi mobile device (“Blackberry revolution”) akan terjadi di Indonesia. Itu sebabnya, acuan pada pertumbuhan masa lalu mungkin harus dikoreksi. Tapi setuju pertumbuhannya tak akan sedramatis 100 jt.
Saya juga yang termasuk rajin promosi facebook kepada teman-teman, sesama ibu rumah tangga. Saat ini beberapa tetangga dan teman-teman nge-gym telah bergabung di facebook. Saya termasuk tipe gagu offline, alias gak melihat urgensinya bicara tentang bisnis kami kepada mereka. Jadi mereka hanya tahu bahwa saya bisnis gula aren. Sudah. Akhir2 ini dengan bergabung dan masuk jaringan saya, akhirnya eman-teman tadi tahu apa yang saya lakukan to make a living. Ini termasuk sebuah viral marketing juga kan ya?
Iya, awalnya mengumpulkan massa, lalu antar mereka dikoneksikan, lalu difasilitasi, lalu diajak conversations, lalu berbagi ide, lalu berbagi tips, dst-dst…. dan akhirnya…. siapa tahu komunitas yang kita bangun itu bisa jadi bisnis… bisnis yang win-win lho, bukan bisnis yang mengeksploitasi member komunitas. Karena kalau bisnis yang mengeksploitasi member bisa dipastikan tak akan bisa jalan.
Menarik membaca comment Yodhia mengenai jumalah pengguna Friendster yg sudah mencapai 15 juta orang. Saya dulu punya account FS tapi ndak sempat jadi addict (spt saya addict dgn FB hehehe…). Dengan member sebanyak itu mestinya ‘gaung’nya jauh melebihi FB dong, yg saya rasakan sih, teman2 ‘seangkatan saya’ cenderung beralih ke FB, tp mungkin juga anak2 ABG yg sdh punya FS sekian lama akan tetap bertahan atau min punya account FB juga..
Terlalu berlebihan bermimpi tentang Republik Facebook. Memang dalam hitungan waktu Facebook pasti akan menyalip Friendster di Indonesia. Tingkat kenyamanan yang diberikan lebih tinggi dari Friendster.
Di dunia maya, semua orang setara. Tak membedakan antara Presiden, Wapres, DPR, tentara dan pemulung. Bahkan ada pepatah, “Seekor anjing bisa memiliki account Friendster”.
Indonesia berbeda dengan AS. Di AS, Obama bisa menang dengan lingkungan masyarakat penetrasi tinggi di internet. Di Indonesia, baru sekitar 25 juta orang.
Dan di dunia maya tak hanya ada “Cinta”. Facebook juga bisa digunakan untuk propaganda anti Israel kok. Hahaha,
Fadjroel Rahman sendiri sering bangga dengan facebook, tapi dia juga menerima caci maki di dunia facebook. Coba baca komen-komen ke
Iya, memang Republik Facebook itu ada bau-bau mimpinya. Memang betul, Republik Facebook itu penuh “cinta” hanya jika penghuninya dipenuhi dengan rasa cinta satu sama lain, kalau diantara penghuninya diliputi “kebencian” maka Republik Facebook juga akan bertabur kebencian. Bolak-balik tergantung kitanya… hehehe
Mas Siwo,
By Teori saya berterimakasih atas Ilmunya melalui buku CROWD dan Notes2. Tetapi apakah hanya sampai disitu saja, mas?
Bagaimana dengan implementasinya?
Perlu Lab gak mas? Saya ada nih, mau mas?
Ya amas Budi, saat ini saya sedang bekerja untuk membuat tools implementasinya tapi untuk itu saya mesti banyak mendengar, mengamati, meneliti, dan merasakan kasus-kasus yang ada, terutama kasus horizontal marketing yang ada di Indonesia. Makanya sebenarnya aku berinteraksi dan berdiskusi dengan temen di note atau di blog ini dalam rangka mengumpulkan masukan2 (baca: crowdsourcing) untuk menyusun implementation modelnya mas.
Even di dunia, saat ini setahu saya belum ada implementation model, seperti 7S-nya McKinsey or Five Forces-nya Porter misalnya, untuk bidang baru ini. Memang banyak orang yang sudah tanya ke saya “so what” nya mas, makanya saya berkejaran waktu untuk menyusun framework implementasinya.
Kasus yang dipunyai apa mas? Bisa tuh mas dijadikan sebagai lab, kapan kita bisa ketemu….
Di Indonesia FB trennya masih akan naik. Meski begitu, ada kabar di sejumlah negara orang sudah mulai bosan juga. Memang ada kecenderungan di FB orang kemaruk kayak politisi, mengumpulkan massa sebanyak-banyaknya padahal dia sendiri tidak pernah kenal. Lama-lama jadi bingung sendiri. 😀
Saya percaya aplikasi internet terus bergerak. Sebelum mencapai 100 jt member, saya percaya bakal ada inovasi baru menghadang FB. Dan ini yang terjadi pada Friendster bukan?
apakah w=mc kuadrat bisa diterapkan di dunia penerbitan?
mungkinkah sebuah penerbit bisa menerapkan dalam seluruh produknya? atau penerbitnya sendiri yang dijadikan icon w=mc kuadrat?
sangat bisa mas, saya sekarang sedang menerapkannya untuk buku saya CROWD melalui blog dan FB. Intinya bangun komunitas dan diciptakan conversation antar anggota komunitas scr intensif.
tentunya harus ada faktor lain ya mas,
artinya bukunya harus bagus, bukan asal buku, juga harus punya “seni” mengumpulkan teman dan membentuk komunitas.
nah pertanyaan saya, kalo bagi penulis barangkali bisa saja memaksimalkan teori w=MC2, tapi bagaimana bagi penerbit? apakah setiap buku bisa di w=MC2 kan?
atau penerbitnya yang dijadikan fenomena? tehnisnya “kubayangkan” susah banget deh, krn tiap buku harus ada marketing onlinenya yang nulis di FB dan blog, atau gimana penerapannya? thx
Memang komunitas itu terbentuk kalau ada common interest yang sama mas. Agar pembaca punya common interest yang sama maka scope komunitas yang dibentuk juga harus “pas” nggak boleh terlalu general tapi juga tak boleh terlalu kecil (niche). Idealnya sih scope nya kecil karena makin kecil akan makin solid, tapi persoalannya, komunitas yang harus dibentuk juga akan sangat banyak shg penerbit akan kerepotan. Misalnya komunitas buku non fiksi (cerpen, novel, puisi) mungkin masih bisa dibikin satu saja komunitasnya dengan scope pembaca yang lumayan luas. Terus untuk buku bisnis, pembaca buku marketing, sales, business motivation, entrepreneurship, juga bisa dibikin satu saja komunitasnya dengan scope yang saya kira pas tak terlalu general tapi juga tak terlalu niche. Di penerbit kan biasanya ada bagian atau unitnya (unit buku fiksi, unit buku bisnis, unit buku humaniora, etc.). Mestinya kepala-kepala unit ini yang harus menjadi community activator bagi pembacanya melalui medium online (FB, Blog, etc) maupun offline (diskusi buku, jumpa pengarang, etc).
Terus Mas Siwo…
apakah mas ga rugi tuh isi bukunya secara perlahan-lahan di post di blognya…
Apakah ga takut ntar orang baca blognya aja..
atau memang sengaja sebagai bagian dari Marketing buku Crowd Marketing becomes Horizontal???
nggak rugi mas, malah untungnya bejibun. Berbagi ilmu itu untungnya berlimpah ruah… hehehe. Tapi barangkali ini juga bagian dari marketing gaya horizontal.
terimakasih diskusinya mas,
gitu ya mas, rencana saya mau buat penerbit sih, menyalurkan hobi sambil aktualisasi diri pd bidang itu (wah mulai ketularan narsis)
tapi dinasehatin temen untuk rumuskan dulu positioning sebelum melangkah, karena jangka panjangnya itu lbh bagus, krn ada positioning, mungkin mau fokus dulu ke satu segmen atau satu genre, maka langsung saja membidik segmen itu.
Energi marketing yang dahsyat, maksudnya iklan gencar atau energi marketing dahsyat itu berupa word of mouth? atau bagaimana? thx
rumusnya sederhana mas, pertama rumuskan positioning nya dulu, kalau sdh jelas, kemudian bangun komunitasnya (salah satunya melalui FB, bisa juga memanfaatkan blog), terus dari situ ciptakan para promoter (baca: evangelists), dan dari situ pelan-pelan minta para promoter itu menebar word of mouth alias berita bagus ke konsumen lain.
rumuskan positioning, bangun komunitas, ciptakan promoter
di mana posisi buat produk mas? maap saya awam banget, buat produk sebelum bangun komunitas atau buat komunitas sambil pasarkan produk?
Ngomong2 mengenai pemasaran horizontal yang menggunakan rekomendasi customer sebagai teknik marketing, bagaimana pendapat Bapak Mengenai berbagai produk kesehatan yang notabene di pasarkan melalui word of mouth konsumen yang diberi fee promosi?
Kalau diberi fee mah bukan horizontal marketing mas. Karena yang namnya horizontal marketing itu customers menjadi “voluntary” sales force.
maap dalam komen no 19 ada tulisan kebalik
maksud saya, buat komunitas baru produk, atau buat produk baru ciptakan komunitas? thx
Saya kira bisa dua-duanya mas. Tapi tentu saja yang banyak terjadi adalah produknya sudah ada, lalu untuk memasarkannya dibangunlah komunitas sebagai marketing channel. Kalau yang kedua, kasusnya kita sudah membangun komunitas yang kuat, lalu ita melihat bahwa komunitas tersebut memiliki needs atau problem yang bisa kita penuhi, dari situ muncul opportubity kita menciptakan produk atau solusi tertentu untuk memenuhi komunitas tersebut.