Hard Rock Café adalah authentic brand
Harley-Davidson adalah authentic brand
CNN adalah authentic brand
eBay adalah authentic brand
Tak hanya itu… Dji Sam Soe adalah juga authentic brand
Chrisye adalah authentic brand
Benyamin S adalah authentic brand
Di tengah persaingan antar merek yang hypercompetitive; di tengah daur hidup merek (brand life cycle) yang kian pendek; di tengah diferensiasi merek begitu gampang dinetralisir dan dikomoditisasi oleh persaingan; di tengah makin cluttered-nya klaim-klaim dan pesan-pesan promosi; dan kian massif dan sangat beragamnya media pemasaran yang bisa diutilisasi pemasar baik offline maupun online; kini brand authenticity menjadi kian krusial, menentukan keberlangsungan sebuah merek.
Dulu kita hanya mengenal selebaran untuk mengomunikasikan merek, kemudian reklame di surat kabar, kemudian woro-woro melalui radio, kemudian iklan televisi. Tapi kini media komunikasi merek menjadi begitu crowded dan cluttered—bisa melalui email, bisa melalui search engine, bisa melalui blog, bisa melalui podcast, bisa melalui satellite radio, bisa melalui mobile ad dan mobile messaging, bisa melalui instant messaging, bisa melalui mobile community, bisa melalui social networking, dsb-dsb. Pokoknya bejibun, banyak banget.
Apa jadinya kalau media promosi menjadi bejibun? Apa jadinya kalau pesan promosi jadi bejibun? Apa jadinya kalau klaim merek menjadi bejibun? Jadinya, otak konsumen dijejali dengan jutaan, bahkan miliaran, bahkan triliunan (”…seloroh Thukul”) pesan dan klaim merek. Maunya pemilik merek sih semua pesan dan klaim itu masuk semua ke otak konsumen. Memang kalau masih puluhan bisa masuk, ratusan masih bisa masuk, seribu dipaksa-paksain masih bisa masuk, lima ribu mulai mabok kepayang, maunya dipaksain terus, tapi makin dipaksain jadinya ”hang”, dan… byaaar… hilang semua!!!
Di tengah semua yang serba crowded dan cluttered itu, merek Anda haruslah menjadi ”mutiara dalam lumpur”, harus menjadi crown jewel, harus menjadi ”satu yang terpilih dari sejuta”. Merek Anda haruslah menjadi ”selected few” yang bakal diingat konsumen sepanjang masa.
Kunci untuk itu semua hanya satu: AUTHENTICITY.
It Is Original!!! Merek dikatakan authentic jika merek tersebut orisinil dan genuine. Orisinil karena konsep merek itu belum pernah dikenal sebelumnya bahkan, tak terpikirkan oleh pemain lain pada masanya. Kenapa Starbuck authentic? Karena konsep “third place”, tempat singgahan ketiga setelah rumah dan kantor, memang orisinil belum ada konsep itu sebelumnya, bahkan tak terpikirkan oleh siapapun pada saat tercipta. Kenapa Southwest Airlines authentic? Karena sebelum Southwest muncul belum pernah ada konsep “low cost airlines”, tanpa nomor kursi, tanpa makan (yes… only “nuts”), tapi on-time abis. Kenapa “Bukan Basa Basi”-nya AMild authentic? Karena pada saat kampanye iklan “Bukan Basa Basi” itu lahir, tak terpikirkan sama sekali oleh produsen rokok manapun pada waktu itu bahwa iklan rokok bisa senyleneh dan se-out of the box itu.
It Is Inimitable!!! Karena orisinil dan menjadi thought leader, authentic brand selalu saja ditiru pesaing dan para follower. Tapi percayalah saya, orisinalitas dari sebuah authentic brand tak akan bakal bisa ditiru. Saya tanya… apa ada merek lain yang bisa meniru Hard Rock Café? Apa ada merek lain yang bisa meniru Harley-Davidson? Apa ada merek lain yang bisa meniru ”Think Different”-nya Apple? Apa ada merek lain yang bisa meniru The Body Shop? Apa ada penyanyi lain yang bisa meniru Chrisye, Iwan Fals, atau Benyamin S? Apa ada pemain lain yang bisa meniru si ahlinya teh, Sosro? Percayalah saya, semakin ditiru dan diikuti pesaing, maka bukanya si authentic brand itu luntur keotentikannya, tapi justru sebaliknya, makin mengkilap dan bersinar otentitasnya.
It Is Honest!!! Authentic brand selalu jujur kepada stakeholder-nya. Jujur kepada konsumen, jujur kepada karyawan, jujur kepada pemegang saham, dan tentu jujur kepada masyarakat luas. Itu yang menyebabkan track record mereka tanpa cacat. Wal-Mart tak akan pernah menjadi authentic brand karena demi “everyday low price” ia menekan karyawan untuk digaji rendah, ia menekan supplier untuk menggencet harga. Akibatnya, Wal-Mart selalu mendapatkan rapor merah dari stakeholder-nya. Mau bukti? Cek www.walmartwatch.com. Authentic brand bukanlah merek macam Enron, Arthur Andersen, Lehman Brothers, atau Merril Lynch. Karena mereka bukanlah merek yang jujur dan ikhlas. Track record merek-merek tersebut “berlumuran darah”. Bagi saya authentic brand adalah spiritual brand—merek yang “Al Amin” seperti Nabi Muhammad… dapat dipercaya. Itulah yang menjadi paspor sustainability mereka.
It Is Built to Last. Terakhir, authentic brand dilahirkan untuk kekal selama-lamanya. Authentic brand tak lekang oleh waktu. Semakin bertambah usia, setahun-dua tahun, belasan tahun, puluhan tahun, bahkan ratusan tahun, keotentikannya semakin menjadi-jadi membentuk sebuah lingkaran keajaiban (virtuous circle). Keorisinilan sebuah authentic brand justru terasah dengan bergulirnya waktu. It is lasting
Gambaran dari sebuah authentic brand di atas demikian ideal dan sempurna. So pasti untuk mencapai kesempurnaan, Anda tak bisa membangunnya dalam semalam. Ingat bahwa, one of the most important principles in authentic branding is “patience”. Anda harus sabar membangun keotentikan merek Anda setahap demi setahap, tahun demi tahun.
10 comments
masalah AUTHENTICITY ini menurut saya pribadi sangat vulnerable meningat banyaknya aspect yang menjadi pertimbangan: Hukum, Inovasi, Teknologi, Incumbent, Pasar, Selera, trend dll.
Oleh karenanya terlepas dari paparan Mas. Yuswo diatas, penciptaan dan pencitraan AUTHENTICITY sebagai lifetime diff. masih sangat rentan di era marketing saat ini yang super ‘menghalalkan segala cara’ dan ribetnya roles yang penuh ketidakpastian.
salam,
in-w2
Saya justru melihat sebaliknya pak Nyoman, authenticity ini justru sebagai “pengaman” ekuitas merek dari vulnerability lingkungan bisnis yang makin tidak menentu seperti sekarang ini. Ketika kita sudah di-perceived customer sebagai brand yang memiliki authenticiy, kekuatan ekuitas merek tersebut bisa lebih sustainable dalam jangka panjang. Dengan memiliki authenticity saya melihat sebuah merek akan lebih tahan terhadap terpaan krisis, product lifecycle, perubahahan peta persaingan, dan berbagai pengaruh perubahan bisnis makro.
Wo…pasti saya akan membuat link ke blog ini someday, dalam salah satu postingan di blog saya.
Kayaknya, blog ini perlu di-launch secara formal Wo….biar komunitas marketing (milis-milis marketing kan banyak) juga tahu kehadiran blog maut ini.
Siapa tahu kelak, blog ini bisa sedahsyat sethgodin, ductape, atau brandautopsy…..hahahaha…..
Mestinya….ini mestinya lho, nama blognya merujuk pada idiom marketing (bukan nama penulisnya)…..church of the customer, ducttape, brandautopsy, longtail, dll….kan semuanya pakai nama lain.
Well, memang sih yang pake nama spt seth, guykawasaki, tompeters, dll.
Saya pribadi lebih prefer dengan nama blog yang merujuk pada isinya; bukan pada penulisnya.
Tx Erik,
Kemaren waktu bikin nama, tinggal comot gitu aja, nggak pake mikir. Jadi ketemu deh nama. anyway, very good input. Ok kita saling bikin link ya… tx
Saya pribadi tidak terlalu memperhitungkan atau memperdebatkan nama blog. So far, yang saya tahu setiap penentuan brand, kita tentu mempunyai pertimbangan yang tidak setiap customer ngerti, tapi minimal jumping of the box. Iya, kan?
Terkait dengan tema ini, saya juga yakin bahwa setiap ‘produk’ apalagi yang berwujud manusia, tentu mempunyai personality brand dan community brand yang berbeda. Ini yang membuat ‘produk’ itu menjadi different. Dan untuk bisa masuk di hati customer, kita memang butuh yang namanya spiritual marketing, yang credo-credonya ada disebutkan di tulisan ini.
Memang betul, authenticity ujung-ujungnya akan terletak pada spiritualitas dari brand tersebut. Ini ada diferentiator yang timeless.
Justru nama blog adalah bagian dari personal branding. Di Indonesia, nama Hermawan Kertajaya identik dengan pemasaran. Sebut nama Hermawan maka yang terbayang adalah pemasaran. Sebut nama Andrie Wongso yang tergambar adalah motivasi. Sebut nama Purdi Chandra yang tergambar adalah wirausaha. So pemilihan nama blog dengan nama penulis adalah merupakan personal branding bagi sang pemilik nama.
jabat erat.
Jumadi Subur (ttp://www.jumadisubur.com)
salam pa yuswo
kalau vespa itu apakah bisa dibilang authenticity??
mohon penjelasannya..mksh.
Menurutku, Vespa sebenarnya punya potensi untuk menjadi Aunthentic mbak: ia merek original, inimitable, honet, tapi sayang, merek ini mengalami penuaan. Sehingga syarat keempat yaitu “built to last” saya kira sulit dipenuhi. Pengembangan produk, strategi branding dan komunikasi Vespa saya kira kurang mampu membawa merek ini bisa lasting seperti halnya Coca-Cola atau Levi’s. Ini masalahnya. Walaupun seperti saya bilang di depan, sesungguhnya merek ini punya potensi untuk menjadi authentic brand.