* Ini Adalah artikel dua mingguan saya di majalah Warta Ekonomi bulan Oktober 2008 mengenai konsep E = wMC2 Manifesto #5 mengenai tren konsumen yang kian narsis.
Sebuah situs berita terkemuka ibukota, Senin, 21 April 2008, memuat sebuah berita dengan judul menghebohkan: ”Istri Diselingkuhi Bakal Cagub Sumsel, Ngadunya ke YouTube!” Di situ diungkapkan seorang pria yang membuat sebuah video berisi curhatnya, lantaran istrinya diselingkuhi bakal calon gubernur Sumatera Selatan. Celakanya, video amatiran yang direkam menggunakan handycam itu ditaruh di YouTube. Kontan saja seluruh penduduk bumi bisa mengaksesnya. Sampai saat ini tidak jelas bagaimana nasib calon gubernur yang menjadi “sasaran tembak” video tersebut.

KFC Music Hit List
“Pengaduan” menghebohkan oleh “orang kecil” yang tak pernah dikenal namanya macam itu tak akan mungkin dilakukan lima tahun lalu. Kini, dengan adanya media baru horisontal macam YouTube siapapun orang (dari murid SMP, ibu rumah tangga, guru SD inpres, hingga jendral bintang lima) bisa mengungkapkan kekesalan, kemarahan, rasa sedih, senang, atau takjub dengan begitu gampangnya. Tinggal tulis kemudian taruh di blog; tinggal potret kemudian taruh di situs Flickr; atau seperti kasus di atas, tinggal rekam pakai handycam kemudian taruh di YouTube, maka jutaan pasang mata dari seluruh penjuru dunia melihatnya.
Selamat datang di era yang kian memanjakan kebebasan berekspresi individu!!!
Selamat datang di jaman di mana siapapun kita bisa dan boleh tampil!!!
Selamat datang di dunia yang kian narsis!!!
Welcome to the narcissistic world!!!
Narsis? Ya, karena dengan adanya media seperti blog; social media seperti Facebook atau MySpace; atau situs consumer-generated content (CGM) seperti YouTube atau Flickr orang semakin gampang dan pengin mempertontonkan dirinya, mempertontonkan pemikiran-pemikirannya, mempertontonkan isi hatinya.
Blogger adalah mahluk paling narsis di jagat internet. Mereka menulis apapun yang dirasakannnya dan berharap orang lain membacanya. Sehabis menonton film Ayat-Ayat Cinta hatinya trenyuh, lalu ia tumpahkan seluruh perasaannya itu di blog. Sehabis beli iPhone terkesima dengan touch screen yang cool abis, lalu ia kupas fitur-fitur gadget besutan Apple itu di blog. Atau, terkesima dengan pidato Obama pada konvensi partai Demokrat di Denver beberapa waktu, lalu ia ungkapkan kesan-kesannya di blog.
Para selebritis yng selama ini dikenal narsis, kini menjadi semakin narsis dengan kehadiran blog. Seleb.TV besutan Kelompok Kompas Gramedia (KKG) tahu tren itu, makanya ia meluncurkan situs yang memungkinkan para selebriti kita ngeblog. Sebut saja Dewi Sandra, Lula Kamal, Christian Sugiono, Cinta Laura, Donna Agnesia, dan lain-lain. Melalui blognya, Dewi Sandra bersedia buka-bukaan “diawasi” detik demi detik kesehariannya oleh para penggemar. Sementara Chritian Sugiono lain lagi, ia tampil narsis dengan cara memamerkan hasil-hasil jepretan fotonya di blog miliknya.
Kini kian menjamur komunitas-komunitas pehobi berbagai hal: komunitas Yamaha Mio, komunitas Honda Tiger, komunitas Avansa-Xenia, komunitas penyuka Machintos, komunitas penyuka kuliner Jalansutra, hingga komunitas penyuka Anthurium. Tren munculnya komunitas-komunitas pehobi itu tak lepas dari keinginan untuk berbagi dan mengekspresikan diri. Mereka tampil dengan minat dan identitas kolektif yang sama. Mereka bangga dilihat orang lain karena termasuk dalam sebuah komunitas yang ekseklusif dengan nilai-nilai dan identitas kolektif yang mereka jaga betul. Mereka adalah narsis dalam format yang lebih elegan.
Tren terakhir yang menarik adalah munculnya komunitas ”Vespa gembel”. Komunitas ini menarik karena merupakan bentuk ekspresi “perlawanan” kaum jelata, yang merupakan antitesis dari pamer kemewahan yang selama ini menggejala di masyarakat kita. Kalau kebanyakan orang suka pamer kemewahan, maka komunitas ini justru memamerkan kegembelan mereka. Komunitas ini mudah dikenali karena umumnya mengendarai Vespa rombeng tahun 1970-an yang dekilnya bukan main. Vespa ini menjadi kumuh minta ampun karena ditempeli beragam asesoris “sampah” seperti karung goni, kain gombal, kaleng-kaleng, sandal jepit, hingga celana dalam. Seperti halnya berbagai komunitas di atas, komunitas ini muncul untuk mengekspresikan ”pemberontakan” mereka terhadap kemewahan kamu mapan.
Apa pesannya bagi Anda para marketer? Ingat, konsumen narsis yang pengin tampil dan mengekspresikan aspirasinya akan menjadi kekuatan luar biasa bagi brand Anda, kalau Anda cerdas memanfaatkannya. Coba lihat, KFC jeli memanfaatkan anak-anak muda yang ingin mengekspresikan karya musiknya dengan mengusung KFC Music Hit List. Langkah cerdas ini punya andil besar dalam merejuvenate brand KFC yang melemah dan menua dalam menghadapi McDonald’s, seterunya. Nokia melakukan hal yang sama dengan membentuk Independent Artist Club (IAC). Atau SelebTV di atas, yang cerdas memanfaatkan selebriti-selebriti narsis untuk menarik pelanggan dan menghasilkan fulus.
Apa konsekuensinya kalau konsumen gampang mengekspresikan diri?
Yang jelas, customer becomes emotional, and market becomes human.***