* Dimuat di majalah Franchise bulan April 2008
Salah satu klien saya adalah sebuah hotel yang sukses luar biasa. Awalnya berdiri satu, kemudian sukses nambah lagi menjadi dua. Dari dua menjadi empat, dan akhirnya sekarang sudah menjadi belasan. Setelah banyak, hotel ini menghadapi dua problem—nice problem. Pertama posisi produknya jadi campur-aduk, karena dengan satu nama merek, hotelnya bisa bermacam-macam kelas: bisa bintang dua, bintang tiga, bisa juga bintang empat, bahkan lima, sehingga pelanggannya bingung. Masalah kedua, hotel ini ingin growth lebih cepat lagi namun terkendala karena setiap hotel yang akan dibangun setidaknya harus keluar uang dari koceknya Rp 80-an miliar, mana kuat.
Menghadapi problem itu, apa solusinya? Solusinya adalah waralaba. Pertama-tama melakukan refocusing dengan berkonsentrasi di hotel bintang tiga, kemudian dilakukan upaya-upaya brand building secara lebih sistematis. Setelah brand building jalan bagus maka hotel itu lebih gampang melenggang di pasar dengan menggunakan sistem waralaba. Tujuannya apa? Tujuannya adalah mencapai growth secepat mungkin tanpa keluar biaya investasi yang gila-gilaan. Hilton, Hyatt, Sheraton bisa membangun hotel, merambah ke seluruh pelosok dunia dengan cepat hanya dengan “modal dengkul”. Tapi harus diingat, itu terjadi setelah hotel-hotel top itu membangun brand yang solid.
Problem yang dihadapi hotel tersebut adalah problem tipikal dari perusahaan yang ingin tumbuh cepat tapi terkendala karena resources-nya terbatas. Menghadapi problem tersebut saya melihat waralaba merupakan solusi yang cespleng. Kenapa? Karena dengan waralaba perusahaan tidak mengalami lack of resources, sebab resources tersebut diadakan oleh pihak lain yang kita ajak berpartner. Karena dengan waralaba Anda tidak ”keberatan” aset di dalam balance sheet Anda. Istilah kerennya, bisnis Anda menjadi “asset-light”, tidak keberatan aset fisik, lebih banyak aset intengible berupa brand. Bisnis paling enak adalah kalau asetnya kecil tapi profitnya gede.
Toko-toko Indomaret dan Alfamart merupakan perusahaan yang asset-light padahal kita tahu, dua peritel ini berkembang demikian cepat hingga masuk ke komplek-komplek perumahan. Begitu juga Mc Donalds dan Kentucky Fried Chicken (KFC) yang dalam waktu pendek sudah memiliki cabang di mana-mana, dan tetap tidak keberatan aset, karena gedung-gedung dan fasilitas penunjangnya disediakan oleh franchisee.
Selintas rasanya indah, tapi bagaimana kita bisa melakukan waralaba? Apa prasaratnya? Kuncinya cuma satu: brand alias merek. Anda harus punya brand equity kuat dan untuk melakukannya Anda harus melakukan brand building secara sistematis. Upaya brand-building inilah yang sulitnya minta ampun. Anda butuh waktu, Anda butuh kesabaran, Anda butuh strategi jitu.
Pertanyaannya kemudian. Bagaimana kita membangun brand. Resep yang paling gampang adalah dengan menggunakan formula sederhana yang saya sebut PDB: Positioning-Diferensiasi-Brand. Agar brand equity Anda kokoh maka Anda harus punya positioning tepat. Mau contoh? Apa yang ada di benak Anda begitu dengar sabun Lux? Jawabnya bisa ”Tamara Blazinsky”, bisa ”bintang film”, bisa juga ”sabun kecantikan”. Apa yang ada di benak Anda begitu dengar Kijang? Jawabnya pasti ”mobil keluarga”. Itulah positioning.
Intinya, Anda harus mampu menempatkan produk Anda secara tepat di benak pelanggan. Ingat satu hal ini: perang pemasaran bukan ada di pasar. Perang pemasaran ada di benak pelanggan. Apa bukti bahwa produk Anda punya positioning yang kuat. Jawabnya, jika Anda punya ”satu kata” di benak pelanggan Anda. Contohnya tadi, Lux punya satu kata ”sabun kecantikan”, Kijang punya satu kata ”mobil keluarga”. Clear punya satu kata ”anti ketombe”.
Lalu setelah Anda punya positioning kokoh, pekerjaan besar Anda selanjutnya adalah memenuhi janji yang ada dalam positioning Anda dengan diferensiasi yang kuat. Saya sering menyebut positioning adalah ”janji”, sementara diferensiasi adalah ”delivery”-nya, atau bagaimana kita memenuhi janji tersebut. Kalau kijang mengatakan dirinya mobil untuk keluarga Indonesia maka Kijang harus muat banyak, bisa dipakai untuk ke kantor, mengantar anak-anak ke sekolah, bisa dipakai ibu ke pasar, dan sebagainya.
Kalau dikatakan diferensiasi adalah delivery, maka delivery Anda haruslah unik. Artinya berbeda dengan pesaing Anda. Beda bukan asal beda, tapi beda yang merupakan keunggulan Anda dibanding pesaing. Kalau itu Anda wujudkan, biasanya sering dikatakan produk Anda memiliki ”point of differentiation” yang solid. Saya bisa jamin, produk yang sukses pasti memiliki positioning yang tepat, yang didukung diferensiasi yang kokoh.
Kalau Anda sudah punya positioning yang tepat dan diferensiasi yang kokoh, dengan sendirinya Anda akan mendapatkan berkah berupa brand equity yang kokoh. Apa bukti produk Anda memiliki brand equity yang kokoh? Kalau produk Anda dikenal orang alias memiliki awareness yang tinggi. Tak hanya itu, produk Anda juga punya association tertentu di mata pelanggan Anda. Juga, produk Anda dipersepsi oleh pelanggan memiliki kualitas oke alias percieved quality yang tinggi. Dan terakhir, pelanggan Anda memiliki loyalitas yang tinggi kepada produk Anda alias tak gampang pindah ke lain hari.
Nah, setelah Anda memiliki brand equity yang kokoh, sekarang Anda membutuhkan waralaba. Saya sering bilang kebodohan utama marketer adalah jika dia tidak semaksimal mungkin memanfaatkan kekuatan brand equity yang dimilikinya untuk mendongkrak profit. Salah satunya adalah melalui waralaba. Harus diingat waralaba tak lain adalah ”jualan” merek. Waralaba tak lain adalah ”profitisasi” dari brand equity yang Anda miliki.
Kalau saya pakai perumpamaan petani penggarap sawah. Upaya kita membangun merek bisa dikatakan sebagai upaya ”menanam” dan ”membesarkan” padi di sawah. Sementara waralaba adalah upaya ”memanen”-nya. Waralaba akan sukses kalau cara ”memanen”nya benar. Kalau keliru ya, profit yang dihasilkan nggak maksimal.
Apakah kalau kita sudah memanen lalu kemudian kita tidak lagi melakukan brand-building? Itu keliru besar. Justru setelah bisnis waralaba Anda berjalan bagus, tantangan berikutnya adalah, Anda bersama dengan franchisee harus secara kontinyu melakukan brand-building. Kenapa demikian? Karena DNA kesuksesan bisnis waralaba Anda terletak di brand-building ini. Tanpa ini kekuatan brand Anda akan semakin loyo, dan akhirnya bisnis waralaba Anda pun akan ikut-ikutan loyo.***