* Ini artikel saya di Harian Jurnal Nasional bulan Oktober 007 mengenai peran strategis perusahaan sebagai “produsen pemimpin”.
“Your competition can copy every advantage you’ve got—except one. That’s why the world’s best companies are realizing that no matter what the business they’re in, their real business is building leader.”
Kata-kata di atas adalah kalimat pembuka cover story majalah Fortune minggu ini. Intinya pernyataan itu mau bilang, apapun keunggulan yang dimiliki perusahaan akan bisa ditiru oleh pesaing kecuali satu hal, yaitu kemampuan “memproduksi pemimpin”. Karena itu pekerjaan krusial sebuah perusahaan hebat, tak peduli bisnis apapun yang dimasukinya, adalah memproduksi pemimpin. Perusahaan harus menjadi mesin tangguh penghasil pemimpin, leader machine.
Memproduksi pemimpin? Kok aneh! Bukannya pekerjaan utama perusahaan adalah menghasilkan produk-produk unggul, berkualitas, dan berdaya saing untuk bisa menghasilkan profit. 100% betul, tapi untuk menghasilkan great product Anda perlu sentuhan tangan dingin seorang great leader. Dan ingat, di tengah-tengah persaingan yang hypercompetitive sekarang ini, great product gampang ditiru, sementara kemampuan perusahaan menghasilkan great leader tak gampang ditiru.
Itulah fokus kupasan Fortune minggu ini bertajuk: “Top Companies for Leaders”. Fortune melakukan survei terhadap 563 perusahaan top di seluruh dunia untuk menyusun ranking perusahaan yang paling piawai dalam menghasilkan great leader. Hasilnya gampang ditebak, GE menjadi jawara, diikuti perusahaan-perusahaan top seperti P&G, Nokia, Unilever India, hingga McKinsey dan IBM.
GE dikenal jago memproduksi great leader karena sejak 50 tahun lalu GE telah mengembangkan leadership development program-nya di pusat pelatihan Crotonville yang telah sukses menghasilkan great leader macam Jack Welch, Jeff Imelt, Gery Wendt, atau Larry Bossidy. Kunci sukses GE menjadi top performer selama lebih seratus tahun bukan ditentukan oleh kehebatan produk dan servisnya tapi lebih ditentukan kehebatannya menghasilkan great leader. Persis seperti dikatakan Charles Coffin (CEO GE 1892-1912): ”GE real priorities weren’t light bulb or electric motors but business leaders.”
Bicara mengenai perusahaan sebagai ”produsen pemimpin”, saya jadi ingat buku berjudul Leadership Engine yang ditulis oleh Noel Tichy yang pernah menjadi direktur pusat pelatihan Crotonville-nya GE. Isi buku ini menarik: Untuk sukses, kata Tichy, sebuah organisasi harus menjadi “pabrik” leader. Namanya saja “pabrik”, ia harus mampu memproduksi sebanyak mungkin leader di seluruh level dan lini organisasi. Caranya? Melalui teaching/mentoring, bahwa pemimpin puncak harus menjadi teacher/mentor bagi pemimpin-pemimpin yang ada di level di bawahnya.
Untuk bisa merespon setiap perubahan yang turbulen dan uncertain, kata Tichy lagi, perusahaan harus mampu menciptakan CEO-CEO kecil di setiap level organisasi. Dengan CEO-CEO yang merata di berbagai level organisasi, perubahan sedahsyat dan seturbulen apapun akan bisa dikelola dengan baik. Dengan pasukan CEO-CEO kecil dalam jumlah besar ini pula, sustainability perusahaan juga akan bisa terus dijamin dari waktu ke waktu seperti yang terjadi di GE.
Pada saat memimpin Telkom, almarhum Cacuk Sudarijanto dikenal sebagai pemimpin yang sangat concern dalam menghasilkan CEO-CEO kecil di setiap level organisasi. Karena itu ia merintis STT Telkom dan beragam leadership development program bagi calon-calon pemimpin Telkom. Hasilnya menurut saya luar biasa. Pemimpin-pemimpin Telkom yang ada hingga detik ini adalah hasil gemblengan Pak Cacuk melalui beragam leadership development program yang dirintisnya.
Sekitar tiga bulan sebelum meninggal saya punya kesempatan emas mewancarai Pak Cacuk untuk penulisan buku saya mengenai transformasi PT Telkom, On Becoming a Customer-Centric Company (Gramedia Pustaka Utama, 2004). Kata Pak Cacuk, sukses perusahaan pada akhirnya ditentukan oleh kemampuannya mencipta dan mengembambangbiakkan pemimpin di dalam organisasi.***