Long weekend adalah momen yang super istimewa bagi warga kelas menengah Jakarta (dan tentu juga kota-kota besar lain di seantero Nusantara). Tak heran jika mulai Kamis siang (28/3) kemarin kehebohan mulai terasa. Di mana-mana jalanan Jakarta macet minta ampun. Macet parah mencapai puncak memasuki waktu Magrib dan kian menjadi-jadi hingga tengah malam. Penyebabnya dua hal. Pertama, rombongan keluarga-keluarga yang bersiap liburan ke luar kota baik melalui jalur darat, laut, maupun udara. Kedua, kaum profesional yang berburu tempat hiburan mulai dari mal, kafe, hingga kawasan wisata seperti Ancol atau Kemang.
Yup, akhir minggu ini adalah long weekend karena hari Jumat ada libur Paskah. So, warga kelas menengah Jakarta punya waktu libur tiga hari Jumat, Sabtu, Minggu. Masih kurang puas, banyak dari mereka yang nambah cuti di hari Kamis atau hari Senin minggu depannya: “Yes, it’s a perfect holiday time!”
Intens mengamati tren kelas menengah Jakarta tiga tahun terakhir, saya menangkap pergeseran perilaku bagaimana mereka menyikapi momen istimewa bernama: long weekend. Berikut ini tiga di antaranya.
Balas Dendam
Bagi kelas menengah Jakarta, long weekend merupakan ajang untuk melakukan “balas dendam”. Lho, kok balas dendam? Ya, karena sehari-hari penat bekerja dari pagi hingga larut malam, badan terasa capek luar biasa, otak terasa stres luar biasa. Karena itu mereka memerlukan pelepasan agar badan kembali enteng; agar otak kembali encer. Sehari-hari menjadi “budak pekerjaan”, mereka membutuhkan pelampiasan agar tetap menjadi manusia seimbang; manusia yang penuh dengan kebahagiaan dan kedamaian. Nah, tenaga dan pikiran yang terkuras selama hari-hari bekerja tersebut harus “dikompensasi” dengan kesenangan di momen-momen yang pas seperti long weekend ini.
Bagaimana cara mereka melakukan balas dendam? Caranya macam-macam. Ada yang melepaskan stress dengan cara berbelanja di mal yang lagi getol sale. Itu sebabnya sepanjang long weekend mal-mal krodit oleh para passionate shoppers. Ada yang melepaskan kesuntukan dengan ngerumpi dan narsis di kafe atau tempat-tempat nongkrong. Itu sebabnya sepanjang long weekend kawasan seperti Kemang selalu penuh oleh mereka-mereka yang haus hiburan. Atau, ada juga yang melepaskan kepenatan dengan makan. Itu sebabnya sepanjang long weekend pusat-pusat kuliner seperti Kelapa Gading atau Kebayoran Baru penuh oleh para food lovers.
Siapa “korban” langsung dari aksi balas dendam ini? Yang jelas adalah isi dompet. Namanya saja balas dendam, biasanya mereka takabur alias kalap dalam urusan berbelanja, berburu hiburan, dan makan: semua dibeli, semua dinikmati, semua dimakan. Urusan tagihan kartu kredit? “Emang gue pikirin… itu mah urusan bulan depan!” Upsss!!!
Temu kangen
Long weekend juga digunakan oleh warga kelas menengah Jakarta untuk acara “temu kangen” dengan suami/istri dan anak-anak. Lho, dengan suami/istri dan anak-anak kok temu kangen? Iya, soalnya pekerjaan-pekerjaan yang menghimpit tiada henti menjadikan si suami jarang ketemu istri; si istri jarang ketemu suami; dan si suami/istri jarang ketemu anak-anak.
Lho, bagaimana mereka bisa jarang ketemu, kan satu rumah? Coba saja lihat, katakanlah si istri bekerja di kawasan Sudirman atau Kuningan. Untuk bisa ngantor pukul 8 pagi, dari rumah ia harus berangkat pukul 6. Lalu pulang kantor sekitar pukul 6 sore, tapi karena jalanan Jakarta macet minta ampun, paling cepat sampai di rumah baru sekitar pukul 8 atau 9 malam. Si suami setali tiga uang, berangkat pukul 6 pagi dan pulang pukul 9 malam. Begitu mereka berdua sampai di rumah, tenaga dan pikiran terkuras habis, ujung-ujungnya mereka langsung tepar di tempat tidur dan rutinitas yang sama berlanjut di hari-hari berikutnya.
Lalu bagaimana dengan anak-anak? Anak-anak tak kalah sibuk dibanding orang tua. Masuk sekolah jam 7 pagi, jam 5.30 atau 6 harus sudah bergegas dari rumah. Sepulang sekolah sekitar jam 1 siang mereka harus mengikuti segudang les, mulai dari les matematika, les piano, les balet, hingga les cas cis cus bahasa Inggris. Ujung-ujungnya mereka baru bisa pulang ke rumah menjelang Mangrib. Sama persis dengan orang tua, si anak sampai di rumah dalam kondisi tenaga dan pikiran terkuras habis, dan langsung lelap tidur kecapekan.
Banyak ragam cara dilakukan untuk acara temu kangen keluarga. Ada yang jalan-jalan dan makan-makan di mal. Ada yang liburan ke Puncak atau ke Bandung. Atau yang rejekinya lumayan, mereka pergi ke Universal Studio di Singapura atau Disneyland di Hong Kong.
Ekspor Kemacetan
Kelas menengah Jakarta kini umumnya sudah punya mobil. Kehadiran mobil sejuta umat Avanza/Xenia sejak sepuluh tahun lalu menjadikan mobil kini sudah menjadi mass luxury di Jakarta. Membengkaknya jumlah mobil milik kelas menengah inilah yang menjadikan jalanan Jakarta makin hari makin macet.. cet.. cet. Nah, saat long weekend tiba, sekonyong-konyong jalanan-jalanan di Jakarta menjadi lengang penuh kedamaian. Ada apa rupanya?
Tunggu dulu. Ini bukan sulap, bukan sihir. Ini karena warga kelas menengah Jakarta sudah penat dengan hiruk-pikuk Jakarta. Karena itu dengan Avanza kesayangan, mereka mencari tempat-tempat liburan yang membikin pikiran terang-benderang. Kemana tujuan mereka? Tak jauh dari Puncak, Bogor, Bandung; atau kalau mau lebih jauh lagi Yogya, Solo, atau Semarang. Itu sebabnya, seiring dengan lengangnya jalanan Jakarta di saat long weekend, jalanan di kota-kota tersebut sekonyong-konyong macet.. cet..cet.
Itu sababnya, di saat long weekend, kini Jakarta mendapat julukan baru. Apa julukan baru itu? Julukannya: “kota pengekspor kemacetan”… kwkkwwkkwkkk!!!
Happy long weekend 😀
1 comment
orang jkt ke bandung.orng bandung ke singapura. coba aja cek