Dear Crowdsters,
Berikut adalah review buku CROWD: “Marketing Becomes Horizontal” oleh Yodhia Antariksa pemilik blog: Manajemen+Strategi, edisi January 12th, 2009
Facebook, Web 2.0 dan Horizontal Connection
Beberapa mingggu belakangan ini, saya menemui sejumlah kejutan kecil tatkala berkelana dalam situs social networking Facebook. Tiba-tiba saja saya kembali bertemu dengan teman sekantor yang sudah tak pernah bersua selama 10 tahun lamanya. Juga kembali bersapa dengan rekan-rekan jadul saat saya kuliah di Jogja sekitar 15 tahun silam. Melalui Facebook, saya seperti disatukan kembali dengan serpihan-serpihan masa lalu saya – dan tiba-tiba saya seperti kembali menjadi sangat dekat dengan teman-teman lama saya.
Selamat datang di era web 2.0, sebuah era dimana social and contents sharing sites semacam Facebook, Myspace dan Youtube menyeruak; menyapa ramah setiap penduduk di segenap penjuru jagat, mulai dari anak muda di Chicago hingga remaja di Cimahi, mulai dari pekerja di Los Angeles hingga anak sekolahan di Lenteng Agung. Inilah era online mutakhir, dimana setiap individu kini memiliki kekuatan penuh untuk menyuarakan ide dan gagasannya, serta merayakan apa yang pernah ditulis besar-besar dalam majalah Time : “You. Yes, you control the Information Age. Welcome to Your World”.
Melalui gelombang Web 2.0 semacam inilah lalu setiap individu seperti diberdayakan untuk berpartisipasi secara aktif. Interaksi tak lagi bersifat vertikal (seperti jaman internet dulu yang statis); namun bersifat horizontal, dimana setiap orang bebas mengekspresikan gagasan dan opininya. Lalu, bagaimana implikasi dari perubahan ini bagi dinamika dunia bisnis. Dan bagaimana seharusnya para pelaku dunia bisnis merespon perubahan dalam lansekap panggung dunia digital itu?
Yuswohady melalui bukunya yang bertajuk Crowds – Marketing Becomes Horizontal mencoba menjawab pertanyaan itu dengan penuh kerenyahan. Yuswohady sendiri merupakan salah satu mastermind kunci dibalik Markplus – sebuah firma konsultasi strategi terkemuka di tanah air. Secara rinci, Yuswo memetakan adanya 11 Manifesto dari konsep Horizontal Marketing yang layak digenggam untuk bisa menari dengan lincah dalam panggung dunia online mutakhir. Disini kita akan mencoba menelisik dua diantaranya.
Manifesto yang pertama yang ingin kita bincangkan adalah ini : Your Customers are Evangelist. Yuswo bilang bahwa dalam dunia online mutakhir, kini setiap orang (atau konsumen) bebas menyuarakan opini mereka tentang suatu produk. Melalui beragam kanal, seperti blog, social sites, atau Youtube, mereka dengan mudah bisa berkomentar tentang pengalaman mereka akan suatu produk tertentu. Sebagai misal, coba Anda ketik kata-kata “manajemen Apple” di Google.co.id, maka diperingkat tiga paling atas Anda akan menemukan seorang blogger terkemuka ditanah air yang memberikan ulasan sangat positif tentang Apple. Ulasan semacan ini, yang akan dicari oleh ribuan orang melalui Google, tentu akan memberikan dampak publikasi gratis yang positif bagi reputasi dan produk-produk Apple. Blogger itu dengan kata lain, telah berperan menjadi evangelist bagi Apple.
Sayang ditanah air belum banyak produsen besar yang dengan sungguh-sungguh mencoba memanfaatkan kekuatan blog dan social sites untuk membangun barisan customer evangelist melalui horizontal connection/communication. Yang mengejutkan, justru ada seorang pedagang warung angkringan kecil yang dengan cerdas memanfaatkan kekuatan blog untuk membangun kekuatan brand-nya (wah, warung angkringan ternyata butuh juga brand…:)). Warung angkringan itu bernama Wetiga, dan melalui blognya, pemilik warung itu dengan sangat cemerlang berhasil membangun puluhan blogger top di tanah air untuk menjadi customer evangelist-nya (termasuk blog yang sedang Anda baca ini tentunya….).
Manifesto yang kedua adalah engange your customers to co-create solutions. Pelanggan yang Anda bina dalam komunitas adalah sumber ide produk yang tak ada habisnya, demikian Yuswo menulis. Karena itu beraliansilah dengan pelanggan dalam mengembangkan produk masa depan. Produsen kopi Starbucks telah mencoba mendemonstrasikan gagasan ini dengan sepenuh hati. Melalui situs komunitas yang dibangunnya, kedai kopi dari kota Seatlle itu mencoba mengajak para pelanggan untuk aktif melakukan brainstorming dan memberikan masukan tentang fitur apa yang layak dikembangkan di masa mendatang.
Secara keseluruhan, buku ini memberikan peta yang komprehensif bagi para pelaku bisnis dalam memahami dan merespon kehadiran gelombang Web 2.0. Dalam menjelaskan sebelas manifestonya, Yuswo juga selalu melengkapinya dengan contoh-contoh aktual yang menarik. Ditulis dengan gaya bahasa yang populer, ringan nan renyah, buku ini rasanya amat layak untuk dinikmati. Dan mungkin akan lebih nikmat jika buku ini dibaca di salah satu sudut warung angkringan Wetiga, sembari ditemani dua porsi nasi kucing dan secangkir wedang jahe. Nyam, nyam, pasti mak nyus rasanya.
3 comments
Bukunya mantap banget..
gw suka sekali
dan ini akan menjadi referensi dalam thesis saya.
Hanya satu saran saya kedepan..
di bukunya banyak kesalahan tulisan mas siwo
dicetakan berikutnya perlu diperbaiki.. hehe.. :p
itu saja dulu mungkin.
Saya memang lagi seneng baca buku tentang startegi perusahaan-perusahaan berbasis teknologi. Mudah2an buku ini bisa segera di beli ato saya juga pilihannya jatuh pada “Wikinomics”.
Dari ulasan yang ditulis mas yodie, seperti nya buku ini juga menarik. Tergantung waktu dan tentunya uang yang ada di dompet. 🙂
ya mas, buku cerita mengenai web 2.0, kira2 sama dgn Wikinomics, cuma dilihat dari perspektif komunitas (crowd)